Jakarta.
Sudah genap 3
tahun aku berdiam di dalammu..
‘tuk meniti
pencarian jati diri dan tujuan hidup yang paling hakiki..
Jantung negara nun
Ramai, luluh lantak oleh kebisingan..
Badan lesu, langkah
gontai, mata kehilangan cahayanya..
Pemandangan biasa akan
manusia – manusia Jakarta yang kehilangan jiwanya..
Melanglang buana
terpekikkan rutinitas, kemacetan jalanan, dan ketidakwarasan nurani..
Waktu senggang
kuhabiskan berpikir tentang sebuah cara..
Cara tentang
bagaimana menghabiskan waktu dengan bahagia..
Menyegarkan asa,
mewarnai impian.
Ku visualisasi
orang – orang yang sebaiknya ku ajak ‘tuk menghabiskan waktu.
Kucoret satu per
satu nama mereka dari pikirku..
“Munafik..acuh tak
acuh..” pekik hatiku..
Aku mendengarkan
jiwaku, dan di tengah hingar bingar ibu kota..
Aku memilih
menghabiskan waktu bersama kesendirianku.
Paling tidak aku
dan diriku saling menjaga kewarasan kita.
Paling tidak aku
bersama sang waktu meniti kebersamaan di tengah keindahan dunia yang seakan
sirna..
Manusia begitu
mengandalkan manusia lain untuk membuatnya bahagia..
Juga ia begitu
menggantungkan harta benda untuk pelarian dan penghiburan..
Bahkan mencari
pelampiasan hawa nafsu untuk sekedar membuatnya kembali waras dalam keseharian
yang semakin pelik..
Bagi manusia –
manusia perantau ibukota..
Jakarta tak hanya
sebuah kota metropolitan..
Jakarta adalah
sebuah proses yang penuh perjuangan..
Jakarta adalah
sebuah kisah baik ataupun buruk, dan kisah ini patut untuk dikenang ..
Jakarta adalah
sebuah pintu sebelum menuju pintu yang lain..
Jakarta, membuatku
selalu merindukan orang yang memperlakukanku dengan hati yang tulus nun jauh
disana.
Perjuangan ini
belum berakhir.
Meski Perjuangan
ini meruntut pada jeritan batin, kesusahan hati, kelelahan fisik dan pikiran..
Tetapi Tuhan memampukanku
agar aku memberikan dampak yang lebih besar dan luas.
Dan perjuangan ini
kulakukan.. untuk kemuliaan Tuhan yang lebih tinggi..
Ad Maiorem Dei
Gloriam
Amadeus Okky
Suryono