Kala Senja di Ratu Boko

merasakan getaran suasana candi boko yang mempesona..

Menembus Waktu dengan Romansa

sebuah desahan mimpi yang sangat menggoda untuk disajikan..

De Britto ...

Sekolah cinta...Sekolah hati..

Gua Tritis...kemolekan yang menawan hati..

sebuah perjalanan menikmati kemolekan Gua Tritis yang patut untuk diulas..

Pantai Indrayanti..pantai pemuas hati..

pantai pasir putih yang memesona..

Selasa, 20 September 2022

Ruang Waktu

Pernahkah kamu merasa, masa - masa selama dan setelah covid ini begitu menganga kan jarak..


Yang awalnya membatasi diri untuk bertemu..

Hingga akhirnya terbiasa untuk saling tak mempertemukan..


Dunia baru menjadi begitu sepi..

Di tengah hiruk pikuk aktifitas manusia..

Kerja dari pagi hingga petang..


Hingga tanpa sadar , waktu berlalu dalam gurat wajah setiap orang..

Menua..

Tanpa membentuk alur kehidupan yang bermakna..

Kosong..

Semua hanya rutinitas..

Bahkan kepekaan dibiarkan tak terasah.

Empati dibiarkan tak tau arah..

Hingga menyakiti hati sesama menjadi hal yang lumrah..


Dulu sahabat sekarang asing..

Dulu kerabat sekarang entah siapa..

Semua menganggap satu sama lain sudah terlalu lama untuk tak menyapa..

Terlalu lama untuk tak bersua..

Terlalu lama untuk tak saling peka..

Hingga hubungan merenggang dan entah kemana..

Hanya membekas di hati sebagai hantu masa lalu ..

Yang terus menggantung dan belum usai.


Ketika hati terbiasa terasing..

Bertemu tatap muka pun memakai pribadi diluar jati diri..

Pribadi yang tak dikenali diri..

Pribadi yang membohongi diri..


Ingin di penghujung hari ..

kita hanya menatap langit..

Meninggalkan dunia dan media sosial sejenak..

Untuk Bertanya kemana arah hidup ini..

Untuk menyadari bahwa kekuatan bukan berasal dari apa yang ada di luar jiwa ini..

Karena jiwa terkuat hanya ada di dalam diri..

Jiwa yang dikuatkan karena cinta Tuhan.

Jiwa yang dimurnikan karena kasih setia Pencipta langit.


Ketika kita menyadari kehadiran Tuhan dalam diri.

Kita dimampukan untuk mencintai sesama.

Kita dimampukan untuk menjalani hidup seperti yang kita ingin jalani..

Kita dimampukan untuk take control atas hidup ini..

Kita dimampukan untuk hidup dengan sepenuh hati..

Kita dimampukan untuk memaafkan diri dan luka batin kita..

Peluk erat diri kita masing-masing..

Karena di mata Tuhan,kita sangat berharga..

You know what?

I am not perfect

But I am enough..



Ad Maiorem Dei Gloriam




Amadeus Okky Suryono





Sabtu, 01 Januari 2022

Selamat Tahun Baru 2022!

Ucapan euphoria itu membanjiri chat  Whatsapp Group, Akun – akun di media sosial berlomba untuk showing what they are doing in their new year’s eve (termasuk saya) , ada pula kembang api, hingar bingar bakar – bakaran bersama teman dekat, bahkan ada pula yang menghabiskan malam tahun baru dengan pekerjaannya, ataupun hanya tidur dan nonton tv di rumah dan melewatinya sebagai hari yang biasa saja. Pagi hari nya, tegur sapa setiap orang kepada yang lain mengucapkan selamat tahun baru menjadi nada – nada yang mewarnai setiap sudut hati orang yang mendengarnya.

Semua gegap gempita, perayaan, ataupun normalitas pergantian tahunan itu hanya akan menjadi sebuah perayaan rutin tahunan biasa jika kita tidak memahaminya sebagai pembaharuan pribadi kita, dimana dengan pergantian tahun ini, kita harus berkomitmen untuk menjadi pribadi yang jauh lebih baik , jauh lebih bijak dan dewasa dibandingkan dengan pribadi kita yang lalu.

Ketika kita terlalu tenggelam dalam perayaan dan kesibukan kita bahkan pekerjaan kita dan kita melupakan refleksi kehidupan kita, kita hanya akan menjadi manusia yang jalan di tempat, tanpa memperdulikan kebahagiaan diri kita, pikiran kita, rohani kita. Jika kita biarkan, akan tiba di suatu titik dimana kita memasuki fase auto pilot, bekerja, berutinitas, dengan pikiran melayang tak kenal arah, sementara sang waktu terus berjalan membimbing kita untuk semakin menua. Atasan kita yang juga manusia terus mengkontrol kehidupan dan mendefinisikan kebahagiaan bagi kita. Bahagia jika achieve target tahun ini, skor unit baik dll, atau orang sekitar mendefinisikan kebahagiaan dalam kacamata mereka, bahagia jika punya rumah, materi, tinggal di suatu kota, punya gaji tinggi, bekerja di perusahaan baik, dll sehingga kita menjadi terlalu sibuk untuk membandingkan diri sendiri dengan orang lain..

Itu semua adalah dunia, sedangkan hidup lebih dari itu. Tahun baru 2022 harus membuat kita lebih mencintai Tuhan, keluarga, merasakan pengalaman dan merajut memori baru, berdamai dengan luka lama, memaafkan orang yang menyakiti, tiada benci dan caci.

Semoga di tahun yang baru ini, kita berharap dengan iman, bahwa Tuhan akan selalu menyertai kita, apapun naik turunnya kehidupan selama tahun 2022 ini. Semoga kita dimampukan untuk melaluinya.

 

dengan Tuhan di sisi kita…

 

Ad Maiorem Dei Gloriam

 

 

Amadeus Okky Suryono

Sabtu, 18 Desember 2021

Jakarta Kota Kenangan


Beberapa waktu yang lalu, aku mengantar istri ke kantor nya di Jakarta Selatan. Tanpa terasa, aku sudah begitu lama tidak menginjakkan kaki ke “kota perjuangan” itu. Tiap sudut jalanan yang kita lalui dibanjiri kenangan semasa aku tinggal dan bekerja di Jakarta..

Sejak tahun 2016 hingga 2020, Jakarta menjadi tempatku berjuang dan mencari jati diri. Kepahitan, Tangis, Tawa, petualangan bersama orang – orang baru, konflik, ketiadaan uang, tertidur di stasiun, bandara, terminal, 7eleven, dimaki orang dikira germo, diusir satpam karena tertidur di kursi tunggu stasiun dini hari hingga petualangan bekerja bersama dengan orang – orang besar di Kementerian Keuangan, maupun rapat bersama Direksi dan Komisaris tempatku bekerja.

Semua bercampur aduk selama masa – masa itu..

Setiap masa menempaku menjadi pribadiku saat ini..

Ketika kulihat kembali langit Jakarta pagi itu, langit begitu indah..

Kuingat persahabatan – persahabatan yang muncul di balik kesesakan suatu masa..

Kuingat kehangatan seorang asing  yang memberi pertolongan ketika hati dan pikiran sedang                linglung tak karuan..

Kuingat masa dimana menyerah itu bukan pilihan, hanya ada maju dan berjuang…


Pagi itu, aku bernostalgia bersama Jakarta..

Lain waktu, kita bertemu lagi ya..

Nostalgia lagi..

Untuk mengenang betapa besar kasih Tuhan atas hidupku..

Untuk nama Tuhan yang semakin dimuliakan..



Ad Maiorem Dei Gloriam



Amadeus Okky Suryono

Sabtu, 26 Mei 2018

Waktu

Apapun yang terjadi dalam hidup, semua cepat berlalu..
Begitu juga kebahagiaan, tawa, canda, kenikmatan..
Ataupun kesedihan, duka, patah hati, dan tangis..
Manusia biasa, datang dan pergi sesuka hati..
Manusia istimewa, tinggal dan saling mendukung sepenuh jiwa..


Bulan menelisik di balik malam..
Mengamati prasangka dan praduga para manusia yang dinaunginya..
Suka menjadi benci..
Pujian menjadi caci..
Dibumbui iri hati…
Saling menjatuhkan..
Saling menyakiti..


Tetapi..
Semua itu akan berlalu..
Seperti badai lautan yang kadang mengamuk dan tenang setelahnya.
Hingga usia tak bisa menipu kita..
Dan realitas membukakan mata kita..


Waktu berjalan tanpa mengenal ragu..
Membelai keriput di sela kulit kita..
Kebencian menjadi tak menarik lagi..
Amarah dan sakit hati menjadi tak ada gunanya lagi..
Untuk apa ?


Tuhan datang seperti pencuri..
Berdiam dalam tenang nya malam..
Menunggu saat yang tepat..
Tua muda kaya miskin..
Semua menjadi sasaran waktu…


Satu – satunya harapan kita adalah kasih..
Tak peduli seberat apapun tantangan di depan mata..
Tak peduli seberapa banyak yang membenci dan iri hati..
Kasih dari Tuhan memampukan kita..
Untuk melalui waktu yang telah diberikan kepada kita..
Untuk bermanfaat hingga sisa hidup kita..



Lalu, apa saja yang sudah kamu lakukan ?



Waktu tak akan menunggu..



Ad Maiorem Dei Gloriam






Amadeus Okky Suryono

Minggu, 04 Maret 2018

Aku Berbeda..

Terkadang, menjadi berbeda itu berhadapan pada jalan yang penuh liku..
Memiliki pola pikir open mind, terseok di tengah – tengah masyarakat small minds..
Memiliki kebiasaan apa adanya dan sederhana, di tengah  orang - orang munafik dan pencari muka..
Mengutamakan sisi humanis diantara orang sinis, apatis, egosentris.
Memiliki cara menyembah Tuhan yang berbeda dari yang pada umumnya..


Manusia selalu memiliki tuntutan – tuntutan yang harus dilakukan menurut standar pemikirannya sendiri..
Tuntutan yang menurut logika itu benar.. tapi salah secara nurani..
Ketika otak selalu dikedepankan, dan hati sering kali terabaikan..
Ketika yang menjadi berbeda itu sendirian berbanding khalayak ramai..
Ketika kesepian dan kesendirian menjadi sahabat sejati bagi seorang yang berbeda..


Memang benar,
Semua selalu kembali ke dalam diri..
Agar selalu memiliki respons – ability.. responsibility..
Kemampuan untuk merespons setiap tindakan luar yang berasal dalam diri..
Dengan damai, sukacita..
Tanpa peduli siapa saja yang menginginkanmu jatuh bersama debu..
Tanpa peduli siapa saja yang iri dan dengki ketika melihatmu melangkah dalam cahaya..
Tanpa peduli siapa saja yang melontarkan senyum di depan dan belati di belakang..
Tanpa peduli siapa saja yang membencimu dengan sepenuh hati..


Tak apalah aku menjadi seorang yang berbeda..
Bersahabat dengan dunia tanpa kata..
Merindukan tawa dan cinta nan jauh disana..
Berkelana bersama jiwa – jiwa kemanusiaan,
Menjunjung tinggi hakikat keberadaan manusia..
Dan menyerahkan ketidak mampuanku..
Pada kasih karunia dan kebenaran..


Aku bangga menjadi berbeda,




Ad Maiorem Dei Gloriam




Amadeus Okky Suryono




Minggu, 04 Februari 2018

Uang

Uang..
Sebuah kata yang selalu melekat di dalam pikiran manusia – manusia dunia..
Tujuan hidup untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan sehari – hari..
Tanpa uang, kita takkan bisa hidup..
Tanpa uang, kita akan merasa hampa..
Ia menjadi alibi ketika pekerjaan yang kelam menjadi secerah pekerjaan yang terang..
Ia menjadi manifestasi cinta pada jaman modern..
Ia mampu menaklukkan senyum dari bidadari – bidadari malam..
Ia mampu memiliki segala yang ada di dalam dunia..
Tetapi semua itu semu..
Semua itu justru hanya kabut yang hadir di hadapan mata..


Ia menjadi tolok ukur kebahagiaan seseorang…
Ia menjadi tuan sehingga menghalalkan segala cara untuk memilikinya sebanyak yang manusia mampu..
Manusiapun berlomba – lomba untuk unjuk kebolehan menebarkan uangnya di hadapan yang lain.
Untuk mendapatkan pujian..
Untuk mendapatkan pengakuan..
Pengakuan dari bibir manusia yang hanya mengukur dari apa yang terlihat oleh mata.


Menurutku, hidup itu lebih dari sekedar duniawi..
Dan pandanganku itu akan dianggap aneh oleh sebagian besar manusia – manusia dunia..
Aku yang tidak murah hati..
Aku yang begitu cinta akan uang sehingga aku tak rela membagi – bagikan..
Aku yang tak pernah menebarkan uang sebanyak manusia – manusia dunia itu..


Manusia dunia itu tak kan pernah memahami dengan perspektif yang sama denganku.
Karena manusia dunia itu hanya mengukur kedalaman hati seseorang dari apa yang mereka lihat.
Aku hanya melihat kedamaian yang ada dalam keheningan hiruk pikuk duniawi.
Aku hanya melihat “silence as the soundless sound”
Aku hanya melihat bahwa dengan menebarkan uang itu tak akan memperoleh kebahagiaan.
Aku melihat lebih dari sekedar uang..
Dan aku tak peduli apa yang orang lihat akan diriku.
Karena yang paling penting..
Kedamaian Tuhan selalu hadir dalam hati dan pikiranku.
Dan itu sudah lebih dari cukup.




Ad Maiorem Dei Gloriam





Amadeus Okky Suryono

Minggu, 15 Oktober 2017

Penjaja Kerupuk

              Pagi ini tanggal 15 Oktober 2017, Gereja memperingati hari pangan sedunia. Mgr Ignatius Suharyo melalui surat gembalanya menyampaikan pentingnya kepedulian akan 37% anak balita Indonesia yang kekurangan gizi, dimana di sisi lain sekitar 28% hanya di wilayah Jakarta dan sekitarnya, merupakan masyarakat obesitas (asupan kalori > kebutuhan tubuh). Suharyo menyampaikan bahwa kita sebagai masyarakat gereja perlu menekankan kepada anak – anak ataupun diri sendiri akan pentingnya menghargai sebuah makanan. Makanan yang tidak habis termakan, atau membuang – buang makanan sama saja dengan merampok makanan dari orang miskin dan kekurangan gizi. .

            Tak lama setelah Misa, di depan gerbang gereja telah menunggu seorang yang tak ingin kalah akan kondisi fisik yang ia alami, seorang yang berjuang hari demi hari untuk mencukupi rasa lapar dan dahaga di bawah terik mentari dengan menjajakan kerupuk dan suara yang lantang membelah nurani dari masing – masing individu yang melewatinya. Ia berbekal tongkat sebagai mata, dan hati sebagai pembakar semangat. Seorang pedagang tunanetra kerupuk keliling itu sepertinya tak pernah memperdulikan gizi yang diutarakan di dalam gereja tadi. Asalkan perut kenyang, ia bisa hidup untuk hari itu, itu sudahlah cukup.

            Tak jauh dari situ, di sebuah restoran yang ber pendingin ruangan, Seorang wanita cantik sedang berfoto dengan handphone terbaru seharga belasan juta, tertawa bersama teman – temannya (seorang manusia yang memang benar – benar ingin menjadi temannya atau hanya sebagai “sarana” penghabis waktu) dan mengupload hasil fotonya bersama teman – temannya agar eksis di media sosial, agar followernya bertambah, agar orang – orang kagum dan iri akan kehidupannya yang begitu “sempurna”. Sepulang bermain dengan teman – temannya, di balik bilik kamarnya, ia merasa kosong. Kesepian, kesendirian, rasa ingin eksis menjadi “masalah utama” dalam kesehariannya. Ia pun memesan makanan – makanan yang enak ataupun  membeli barang – barang fashion dan aksesoris terkini sebagai pelariannya dan menjadikannya bahan untuk eksis di media sosial. Sering, kelimpahan yang ia terima dirasa belum cukup.

            Seorang tunanetra penjaja kerupuk tadi begitu mensyukuri hidup dan menjalaninya dengan sepenuh hati melalui semangatnya menjual kerupuk dengan suara lantang di tengah segala keterbatasannya. Ia pantang menyerah pada keadaan, terbiasa menyelesaikan masalah – masalah pelik dalam hidupnya menjadikan hatinya sekeras baja dan terus bergerak maju apapun yang terjadi. Perbedaan itu sangat khas terhadap wanita cantik di atas, dimana masalah terberatnya sehari – hari “hanyalah” takut kesepian, sendirian, dan tidak eksis di media sosial.

Tuhan terus mengingatkan kita untuk selalu membuka mata hati kita dan mengingatkan kita untuk terus bersyukur atas segala kebaikan atau keburukan yang terjadi di dalam hidup kita. Kita terus dilatih untuk melihat Tuhan yang hadir di dalam diri sesama kita yang menderita. Kita pasti menemukan para pedagang kecil di sepanjang jalan ibukota, baik itu berfisik sehat ataupun penyandang disabilitas yang tidak mau menyerah akan kondisi yang menimpanya. Anak kecil yang duduk termenung di depan sebuah mall mewah, sembari terdiam menjaja keripik peyek , dimana orang – orang kaya berlalu lalang dengan mobil mewahnya, menggerutu karena pelayanan yang kurang baik dari sebuah store.

            Compassion, sebuah kata yang sering diajarkan kepada kita untuk terus melatih hati kita dan tergerak akan rasa simpati terhadap kesulitan orang lain. Kita memang tak begitu menginginkan untuk makan kerupuk, atau keripik peyek yang dijual anak kecil itu,tetapi paling tidak kita bisa membantu meringankan perjuangan hidup mereka dengan tindakan nyata, menyisihkan sebagian kecil uang kita untuk membeli dagangan mereka, dan bukan hanya berkoar – koar akan pentingnya berbuat baik, tetapi tidak melakukan tindakan nyata yang menolong sesama.

Karena Yesus pernah berkata, “jika kamu melakukan sesuatu untuk saudaraku yang paling hina ini, kamu melakukannya untuk Aku..”




Ket Gambar : Tunanetra Penjaja Kerupuk 




Ad Maiorem Dei Gloriam




Amadeus Okky Suryono