Dengan memaparkan
senyum yang melampaui usianya, Fandi menggenggam botol aqua 600 ml yang telah
dipotong bagian ujungnya dan ia gunakan sebagai tempat menampung uang pemberian
para keluarga yang menampilkan senyum terbaiknya, ataupun para kawula muda yang
ingin mengabadikan moment mereka,
maupun para individu yang merasakan kebahagiaan dalam kebersamaan dengan teman –
teman mereka, melalui jasa berfoto bersama ayahnya. Fandi begitu bangga dengan
sang ayah. Bukan karena ayahnya memiliki banyak penggemar, bukan karena ayahnya
seorang yang kaya, ataupun memiliki kedudukan yang tinggi.. bukan.. hal ini
disebabkan karena ayahnya memakai suits karakter
animasi bernama “Minion”, sebuah icon yang
dipopulerkan melalui film animasi berjudul “Despicable Me” dan digambarkan
memiliki mimik yang lucu, mata yang besar, dan kulit yang berwarna kuning.
Figur ayahnya, yang berpeluh dalam
pakaian “minion” yang bersuhu tinggi karena kurangnya sirkulasi dari pakaian
tersebut, dibalut dengan tarian mentari di jantung kota Jakarta membuat Fandi,
seorang bocah 5 tahun semakin bersemangat untuk mengitari orang – orang yang
telah berfoto dengan ayahnya demi mengupah peluh sang ayah. Memang, tak sedikit
yang tak memberikan upah, karena profesi dari ayahnya tak membutuhkan skill
khusus ataupun ilmu yang tinggi. Ia hanya membutuhkan antusiasme dengan sedikit
melambai dan melompat di kala terdapat customer
yang ingin berfoto dengannya. Berbekal antusiasme, sang ayah berusaha
membelai sisi kemanusiaan dan belas kasih dari “para pelanggannya” sembari
menadah uang – uang sukarela dari kantong – kantong mereka.
Fandi, di usianya yang baru
menginjak 5 tahun tersebut telah mengerti arti kebanggaan akan etos kerja yang
kuat, semangat dan determinasi yang tinggi untuk sekedar menyambung hidup. “uangnya
sudah cukup yah untuk makan hari ini..”, kata Fandi dengan jeritan riang
setelah menghitung lembar demi lembar uang kertas yang kusut dan recehan yang
terkumpul dalam botol aqua yang menjadi mainan masa kecilnya. Uang – uang yang
terkumpul dimasukkannya ke dalam plastik bekas sembari mengangkatnya tinggi –
tinggi dan melompat kesana kemari sembari berkata,”yuk yah, pulang!”. Sang ayah
hanya tersenyum memandang anaknya... nanar... sambil berkata dalam hati,”maafkan
ayah nak... ayah tak bisa mewarnaimu dengan pelangi masa kecil.... ayah hanya
mampu mengajakmu untuk terus bersyukur menghargai hidup meski dunia
meremehkanmu, mencampakkanmu ke dalam lubang terdalam yang tak mampu kamu
bayangkan.. angkatlah kepalamu nak.... Tuhan belum selesai denganmu...”
Mentari pagi pun berganti dan meredupkan sinarnya.. Ayah dan anak itupun menjauh dari
jantung kota Jakarta... tertelan larutan senja.
Ad Maiorem Dei Gloriam
Amadeus Okky Suryono