Sumber Gambar : www.google.com
Sisa – sisa kelabu langit masih
menggelayut di sela gerimis putih yang menaungi kota yogya..kutatap matanya
dalam.. sembari kuhirup bau tanah yang semakin pekat..namun dirinya tertunduk
tanpa berniat untuk membalas tatapanku..tangan kirinya berpegangan erat pada
pagar depan rumahnya, seolah takut dirinya goyah..goyah dan memberikan hatinya
padaku.. aku pun tertunduk..
Untuk beberapa saat, kubiarkan
gerimis menari membasahiku hingga tetesan – tetesan air jatuh ke tanah beraspal
dari ujung – ujung rambutku..kuutarakan kembali pertanyaan untuk meyakinkan
keputusannya akanku..”apa kamu yakin?”. Gadis itu, gadis yang mengalihkan
duniaku semenjak pertama kali aku bertemu dengannya di perkuliahan yang sama 2
bulan yang lalu itu hanya menunduk dan mengangguk perlahan, tanda ia yakin
dengan keputusannya. Dan tangan kirinya semakin erat memegang daun pagar itu..
Mataku lesu, dan energi seolah
meninggalkanku berkubang dalam kesendirian di tengah goresan luka yang tak
dapat terurai dengan kata – kata. Senja kelabu pun beranjak pulang. Dan kurasa,
aku pun harus pulang. Kugerakkan kedua kakiku menuju motor silver yang setia
menemani perjalanan di sudut – sudut jalanan, kutatap wajahnya untuk terakhir
kali, wajah yang mengantar kepulanganku dengan ketertundukan, kunyalakan
mesinku, kurasakan tanganku kaku dan meregang ketika motor hendak kupacu,
ahh..mungkin karena dinginnya hujan. Aku pun pergi meninggalkannya,
meninggalkan rumahnya, dan berpacu menembus gerimis yang bertransformasi
menjadi hujan..hujan yang terlalu lebat.
Air – air hujan menembus kaca
helmku, membelai wajahku yang tertutup dengan air mata, bahkan hujan dan air
mata di wajahku pun tak dapat kubedakan..mataku terlalu sembab. Kutepikan
motorku di jalanan yang sepi, dengan hujan yang masih bercinta denganku. Berbagai
kelebatan memory menghantuiku dengan
cepat. Ah.. seharusnya tak kubiarkan dirinya pergi dengan “kawan lama”nya,
makan dan nonton bersama hingga menghabiskan waktu bersama, tertawa, bergumul
dalam perbincangan yang mengolah nada, dan lukaku terbuka semakin menganga. Kubuka
helmku, kurasakan desahan hujan di kepalaku, ya..tubuhku semakin basah, tetapi
hatiku semakin mengering, bahkan terlalu banyak retak – retak di sudut – sudut hati,
dimana hujan yang kupunya telah hilang, ia telah pergi.
Kukenakan kembali helmku,
kupacu motor secara perlahan,
kutinggalkan memory-ku, kutinggalkan
cintaku, kutinggalkan bahagiaku, dan motor perlahan kupacu. Ketembus hujan yang
semakin melebat, dengan hati yang kering dan retak, dengan air mata yang tak
kunjung mereda..
Ad
Maiorem Dei Gloriam
Amadeus
Okky Suryono
0 komentar:
Posting Komentar