Jumat, 18 Januari 2013

Kamu, Hujan, dan Senja


Sumber Gambar : www.google.com


            Sisa – sisa kelabu langit masih menggelayut di sela gerimis putih yang menaungi kota yogya..kutatap matanya dalam.. sembari kuhirup bau tanah yang semakin pekat..namun dirinya tertunduk tanpa berniat untuk membalas tatapanku..tangan kirinya berpegangan erat pada pagar depan rumahnya, seolah takut dirinya goyah..goyah dan memberikan hatinya padaku.. aku pun tertunduk..

            Untuk beberapa saat, kubiarkan gerimis menari membasahiku hingga tetesan – tetesan air jatuh ke tanah beraspal dari ujung – ujung rambutku..kuutarakan kembali pertanyaan untuk meyakinkan keputusannya akanku..”apa kamu yakin?”. Gadis itu, gadis yang mengalihkan duniaku semenjak pertama kali aku bertemu dengannya di perkuliahan yang sama 2 bulan yang lalu itu hanya menunduk dan mengangguk perlahan, tanda ia yakin dengan keputusannya. Dan tangan kirinya semakin erat memegang daun pagar itu..

            Mataku lesu, dan energi seolah meninggalkanku berkubang dalam kesendirian di tengah goresan luka yang tak dapat terurai dengan kata – kata. Senja kelabu pun beranjak pulang. Dan kurasa, aku pun harus pulang. Kugerakkan kedua kakiku menuju motor silver yang setia menemani perjalanan di sudut – sudut jalanan, kutatap wajahnya untuk terakhir kali, wajah yang mengantar kepulanganku dengan ketertundukan, kunyalakan mesinku, kurasakan tanganku kaku dan meregang ketika motor hendak kupacu, ahh..mungkin karena dinginnya hujan. Aku pun pergi meninggalkannya, meninggalkan rumahnya, dan berpacu menembus gerimis yang bertransformasi menjadi hujan..hujan yang terlalu lebat.

            Air – air hujan menembus kaca helmku, membelai wajahku yang tertutup dengan air mata, bahkan hujan dan air mata di wajahku pun tak dapat kubedakan..mataku terlalu sembab. Kutepikan motorku di jalanan yang sepi, dengan hujan yang masih bercinta denganku. Berbagai kelebatan memory menghantuiku dengan cepat. Ah.. seharusnya tak kubiarkan dirinya pergi dengan “kawan lama”nya, makan dan nonton bersama hingga menghabiskan waktu bersama, tertawa, bergumul dalam perbincangan yang mengolah nada, dan lukaku terbuka semakin menganga. Kubuka helmku, kurasakan desahan hujan di kepalaku, ya..tubuhku semakin basah, tetapi hatiku semakin mengering, bahkan terlalu banyak retak – retak di sudut – sudut hati, dimana hujan yang kupunya telah hilang, ia telah pergi.

            Kukenakan kembali helmku, kupacu  motor secara perlahan, kutinggalkan memory-ku, kutinggalkan cintaku, kutinggalkan bahagiaku, dan motor perlahan kupacu. Ketembus hujan yang semakin melebat, dengan hati yang kering dan retak, dengan air mata yang tak kunjung mereda..


Ad Maiorem Dei Gloriam



Amadeus Okky Suryono

0 komentar:

Posting Komentar