Jumat, 25 Januari 2013

Terima kasih dita..


       Perkenalanku dengan dita, mahasiswi ekonomi jurusan manajemen, dimulai ketika kami menempuh mata kuliah yang sama. Mata kuliah hitungan yang mampu memberikan momok tersendiri bagi para mahasiswa/i karena kerumitannya, sehingga menurut mahasiswi berkulit putih dengan rambut panjang berkilau sebahu itu, dirinya bahkan memerlukan seorang guru les untuk membimbingnya menelusuri sudut – sudut intrik mata kuliah yang sangat berbau khas akuntansi tersebut.

        Dita selalu duduk di bangku terdepan, bangku yang paling dekat dengan dosen Sedangkan aku tersudut pada bangku paling belakang, spot yang jarang terlihat dosen agar aku dapat melakukan aktivitas – aktivitas penghilang kebosanan ketika berada di tengah penjelasan dosen yang terkadang meninabobokkan pendengarnya. Bagiku, mata kuliah ini tak begitu rumit, karena kesukaanku dengan angka dan aku yang memang merupakan jurusan akuntansi, sehingga terkadang aku terlalu meremehkan dan berakhir pada pengulangan mata kuliah ini..yang mempertemukanku dengan dita, dimana usianya 2 tahun di bawah usiaku..

         Di suatu malam, aku dan dani, sahabatku semasa kuliah, berperang dengan soal – soal yang terlampau sulit bahkan kurasa, dosen yang bersangkutan pun mengibarkan bendera putih menghadapi soal – soal ini. Dani yang juga satu jurusan dan seusia denganku pun memegangi kepalanya yang terus menerus ia keluhkan pusing tersebut, dampak tak mampu mengerjakan soal – soal itu. Frustasi karena upaya malam itu tak membuahkan hasil, aku pun mengambil blackberry dani untuk sekedar mempermainkannya dan mengambil break di tengah nafas yang mulai sesak. Sebelum mempermainkannya, kulihat daftar kontaknya, dan.. terpampang kontak dita..mahasiswi yang selalu menggoda untuk kuperhatikan.. Tanpa ragu, akupun mentransfer kontak dita ke blackberry milikku, menambahkannya untuk menjadi teman dan tak berapa lama kemudian, voila! Aku pun terhubung ke dalam kehidupannya.

       Perkenalan singkat di blackberry  menggodaku untuk menanyakan penyelesaian soal yang aku dan dani geluti sepanjang malam, mengingat kami sekelas telah mengetahui bahwa hanya dita lah yang menyewa guru les untuk mata kuliah yang bersangkutan. Tak berapa lama kemudian, terpampang jawaban dita dan guru lesnya di layar blackberry, aku dan dani pun bersorak, kami menang. Dengan bantuan dita tentunya.

       Sejak saat itu, aku selalu menunggu hari selasa, pukul 7 pagi, sederet waktu yang menyeret kami berdua ke pertemuan mata kuliah itu. Di dalam kelas, kami hanya saling bertukar pandang, menebar senyum, dan kikuk ketika berusaha untuk mengalihkan pandangan ketika tatapan kami bertemu. Pagiku menjadi indah. Kampus menjadi tempatku mengadu.

      Debar jantung terlalu cepat ketika kucoba menghubunginya via telepon, bahkan berkali – kali kubatalkan niat tersebut, mengumpulkan desah nafas dan mencoba menghubunginya lain kali. Tetapi waktu yang tepat untuk menghubunginya pun tak kunjung datang dan hanya berujung pada pelampiasan pesan – pesan singkat dalam blackberry messenger. Aku pun mulai bertanya pada diriku, “ apakah ini cinta? cinta yang terlalu dalam sehingga mendengar suaranya pun dapat memenuhi hatiku dengan kebahagiaan? Tetapi menghubunginya pun aku tak sanggup. Apakah cintaku tak layak? Kemana perginya keberanianku yang kukobar-kobarkan beberapa tahun belakangan?”

      Pertemuan kami di kampus hanya diisi dengan tatapan mata yang haus akan kerinduan untuk saling mengenal satu sama lain, senyuman yang mendebarkan jiwa, dan kebahagiaan hanya dengan menatap kehadirannya. Aku hanya merasakan, jiwa yang satu, dengan jarak yang memisahkan raga. Hingga 1 semester pun berlalu..kami belum sempat mencecap hangatnya kehidupan satu sama lain. Hanya kenangan akan tatapan,senyuman, dan gerak langkah yang membuai hari – hariku dalam bayangnya.

         Liburan panjang semester pun bersambut, kudengar berita bahwa dita resmi berpacaran dengan lelaki seusianya, tetapi beda fakultas. Hatiku runtuh. Dan aku pantas mendapatkannya karena aku tak memiliki keberanian secuil pun untuk mengenalnya lebih dekat. Aku berikan pesan singkat padanya via blackberry messenger,”aku mengira kamu menyukaiku..” dan dirinya hanya membalas singkat,” oh..enggak kak..gak maksud..maaf..” lalu bagaimana dengan tatapan penuh makna yang ia berikan padaku? Senyuman yang selama ini ia lemparkan untuk menghangatkan hari – hariku? apakah semua itu adalah kosong?

     Pagi baru pun menyambut..dengan hati yang meneteskan darah..tubuh yang lemas tanpa tenaga..aku melepaskan kenanganku..kenangan indah yang menemaniku selama 1 semester..kenangan untuk mengenalmu..kenangan karena pernah mencintaimu..

      yah..setidaknya aku belajar untuk memberikan cinta tanpa syarat.. kepada seorang yang ternyata kosong dan tak memiliki perasaan apa – apa  kepadaku.. dan cinta itu tak harus berbalas kan?



Terima kasih dita..





Ad Maiorem Dei Gloriam



Amadeus Okky Suryono

0 komentar:

Posting Komentar