Berbagai artikel dan surat kabar
saat ini pasti banyak mengkaji kembali makna “independence day” bagi warga
Indonesia. Ekonomi yang masih belum stabil, kesejahteraan masyarakat yang masih
belum merata, tingkat kriminalitas yang masih cukup tinggi di beberapa daerah, polytikus
– polytikus yang nangkring di puncak kekuasaan, kedamaian antar umat beragama
yang masih hanya menjadi awang – awang, hingga pancasila dengan garuda yang
membawanya terbang tinggi di dadanya.. mungkin terlalu tinggi hingga kita
sebagai warga negara Indonesia hanya bisa melihatnya dari bawah tanpa pernah
bisa menggapainya..
Ataupun sektor – sektor lain yang
dirasa kita masih “terjajah” oleh bangsa lain dan mempertanyakan kemerdekaan
kita sendiri.. belum ditambah dengan fakta yang paling dekat dengan kita,
seperti kemana perginya lomba – lomba 17 Agustus’an yang dijadikan sebagai
sarana berkumpulnya para warga di RT – RT setempat? Mungkin beberapa daerah
masih menyelenggarakan, tapi daerah lainnya? Daerah saya pun, tradisi
mengasikkan sekaligus menumbuhkan rasa cinta tanah air itu pun sirna.
Ulasan dan berita – berita diatas
begitu memuakkan..begitu membosankan.. bersifat reflektif? Ah gak juga.. malah
menumbuhkan kesan bahwa negara kita terlalu banyak aspek negatif.. payah..
Bagaimana jika kita melihatnya dari
kacamata yang berbeda..
Paling tidak..
Indonesia yang menginjak usia 68
tahun dalam merasakan tabir kemerdekaan masih menjadi satu kesatuan..
Masih diperkenankan untuk menghirup
nafas hutan hujan tropis dan bergelung di pantai berpasir putih dengan aroma
deburan ombak dengan sinar mentari di langit bumi pertiwi..serta berbagai
kekayaan alam lain yang tak terlukiskan dengan kata..
Masih menggunakan bahasa yang kita
cintai, bahasa Indonesia untuk menggurat tawa dan menanggung kepedihan dengan
sesama kita..
Masih diperkenankan untuk membantu
sesama – sesama kita terutama di daerah – daerah tertinggal melalui berbagai
organisasi – organisasi kemanusiaan..
Masih memiliki nurani yang selalu
setia membimbing setiap manusia – manusia Indonesia untuk mengecam ketidak
adilan apapun bentuknya, serta mau mendengarkan suara hati untuk solidaritas
bagi korban – korban bencana alam seperti gempa di Yogyakarta dan tsunami di
Aceh beberapa waktu silam..ataupun berbagai bentuk solidaritas lain yang
seperti penggalangan dana bagi orang – orang yang sakit penyakit tertentu dan
tak memiliki biaya..
Masih memiliki kecintaan akan daerah
asal mereka ketika mereka sedang berada di luar daerah asal mereka,
membanggakan daerah asalnya, merindukan makanan – makanan khasnya, dan mendamba
sahabat – sahabat masa kecil mereka..
Masih diperkenankan untuk mengecap
suatu kondisi dimana para manusia yang saling bertemu berusaha untuk menjaga
moralitasnya di kala bangsa lain saat ini sedang berusaha untuk bunuh membunuh
dengan sesama warganya dan berada di bawah langit yang sama.
Masih diperkenankan untuk keluar
dari pintu rumah tanpa rasa takut terkena pecahan bom yang diluncurkan dari
pesawat – pesawat bomber, ataupun tanpa rasa ngeri karena mayat bergelimpangan
dan bangunan yang runtuh akibat perang.. suatu kondisi yang berkebalikan dengan
negara – negara timur tengah saat ini..
Masyarakat yang semakin cerdas dalam
memilih pemimpin mereka, dan peran kaum – kaum intelektual yang semakin kritis
dalam usahanya membangun negara Indonesia..
Bahkan kita bisa menemukan hal yang
paling sepele dan patut kita rayakan di kemerdekaan kita yang ke- 68 ini..
seperti keramahan dan kesopanan antar warga yang masih bisa kita nikmati di
beberapa tempat seperti di Yogyakarta ataupun tempat – tempat lain dimana kita
merasa begitu nyaman di dalamnya..
Bungkus ulang tahun negara kita
tercinta ini dengan penuh syukur..
Cecaplah keindahan di setiap huruf
pembentuk kata INDONESIA..
Temukan hal positif dalam negaramu..
Dan cintai negaramu..
Mencintai negaramu berarti menerima
ia apa adanya..
Dari situ kita bisa mulai
membangunnya dengan tulus..
Wahai kalian warga Indonesia..para
pembangun bangsa!
Dirgahayu
Indonesiaku yang ke- 68!!
Ad
Maiorem Dei Gloriam
Amadeus
Okky Suryono
0 komentar:
Posting Komentar