Kala Senja di Ratu Boko

merasakan getaran suasana candi boko yang mempesona..

Menembus Waktu dengan Romansa

sebuah desahan mimpi yang sangat menggoda untuk disajikan..

De Britto ...

Sekolah cinta...Sekolah hati..

Gua Tritis...kemolekan yang menawan hati..

sebuah perjalanan menikmati kemolekan Gua Tritis yang patut untuk diulas..

Pantai Indrayanti..pantai pemuas hati..

pantai pasir putih yang memesona..

Minggu, 03 Agustus 2014

Memperdaya Hati

Hati memiliki logika yang tak berperasaan..
Meski retak dan merapuh oleh akar kecemburuan..
Berselubungkan prasangka dan sikap tak mau percaya..
Lalu bagaimana bisa ia tetap mencinta?

            Hati memiliki logika yang tak berperasaan..
            Ia begitu bahagia berpeluh duka..
            Begitu haus akan luka..
            Seakan tak hidup jika bernafas tanpa sesak di dada..

Hati memiliki logika yang tak berperasaan..
Lalu cinta macam apa yang ia berikan?
Cinta yang merupakan tumpukan omong kosong?
Cinta yang tinggal menunggu waktu untuk dibuang dan dilupakan?

            Hati memiliki logika yang tak berperasaan..
            Mampu mencumbu kemunafikan..
            Merajut mimpi yang ia tahu takkan jadi kenyataan..
            Memberikan ruang pengampunan hanya untuk tersayat...
            Sekali lagi..

Hati memiliki logika yang tak berperasaan..
Ketika sebegitu tak berperasaannya hati...
Maukah kau mengikutinya kemanapun ia melangkah?
Di kala tapak demi tapak hanya ada tangisan dan ratapan..
Mengabaikan nurani..
Mengembara dalam sepi..


Ah..
Mungkin ini saatnya me-masabodoh-kan hati..
Membiarkannya meraung dalam bilik – bilik yang kosong..
Paling tidak kita terbebas...
Dari hati yang memiliki logika yang tak berperasaan..




Ad Maiorem Dei Gloriam






Amadeus Okky Suryono

Rabu, 07 Mei 2014

Romantika Profesi

         Dengan memaparkan senyum yang melampaui usianya, Fandi menggenggam botol aqua 600 ml yang telah dipotong bagian ujungnya dan ia gunakan sebagai tempat menampung uang pemberian para keluarga yang menampilkan senyum terbaiknya, ataupun para kawula muda yang ingin mengabadikan moment mereka, maupun para individu yang merasakan kebahagiaan dalam kebersamaan dengan teman – teman mereka, melalui jasa berfoto bersama ayahnya. Fandi begitu bangga dengan sang ayah. Bukan karena ayahnya memiliki banyak penggemar, bukan karena ayahnya seorang yang kaya, ataupun memiliki kedudukan yang tinggi.. bukan.. hal ini disebabkan karena ayahnya memakai suits karakter animasi bernama “Minion”, sebuah icon yang dipopulerkan melalui film animasi berjudul “Despicable Me” dan digambarkan memiliki mimik yang lucu, mata yang besar, dan kulit yang berwarna kuning.

            Figur ayahnya, yang berpeluh dalam pakaian “minion” yang bersuhu tinggi karena kurangnya sirkulasi dari pakaian tersebut, dibalut dengan tarian mentari di jantung kota Jakarta membuat Fandi, seorang bocah 5 tahun semakin bersemangat untuk mengitari orang – orang yang telah berfoto dengan ayahnya demi mengupah peluh sang ayah. Memang, tak sedikit yang tak memberikan upah, karena profesi dari ayahnya tak membutuhkan skill khusus ataupun ilmu yang tinggi. Ia hanya membutuhkan antusiasme dengan sedikit melambai dan melompat di kala terdapat customer yang ingin berfoto dengannya. Berbekal antusiasme, sang ayah berusaha membelai sisi kemanusiaan dan belas kasih dari “para pelanggannya” sembari menadah uang – uang sukarela dari kantong – kantong mereka.

            Fandi, di usianya yang baru menginjak 5 tahun tersebut telah mengerti arti kebanggaan akan etos kerja yang kuat, semangat dan determinasi yang tinggi untuk sekedar menyambung hidup. “uangnya sudah cukup yah untuk makan hari ini..”, kata Fandi dengan jeritan riang setelah menghitung lembar demi lembar uang kertas yang kusut dan recehan yang terkumpul dalam botol aqua yang menjadi mainan masa kecilnya. Uang – uang yang terkumpul dimasukkannya ke dalam plastik bekas sembari mengangkatnya tinggi – tinggi dan melompat kesana kemari sembari berkata,”yuk yah, pulang!”. Sang ayah hanya tersenyum memandang anaknya... nanar... sambil berkata dalam hati,”maafkan ayah nak... ayah tak bisa mewarnaimu dengan pelangi masa kecil.... ayah hanya mampu mengajakmu untuk terus bersyukur menghargai hidup meski dunia meremehkanmu, mencampakkanmu ke dalam lubang terdalam yang tak mampu kamu bayangkan.. angkatlah kepalamu nak.... Tuhan belum selesai denganmu...”


          Mentari pagi pun berganti dan meredupkan sinarnya..  Ayah dan anak itupun menjauh dari jantung kota Jakarta... tertelan larutan senja.




Ad Maiorem Dei Gloriam





Amadeus Okky Suryono

Kamis, 16 Januari 2014

Sosok Kristal

            Tepat pukul 07.00, Madi menjadi orang pertama yang menyapa kantor tempat ia bekerja.. sepi... ia mengambil sapu dan meletakkan serbet yang menggantung di bahu kanannya serta mulai membersihkan serpihan debu hingga sisa makanan maupun kertas - kertas yang berserakan di kantor yang biasanya baru berhiaskan para penghuninya sekitar dua jam semenjak kedatangannya itu.. kemeja merah kotak – kotak dengan warna yang mulai memudar dan celana panjang coklat yang memutih seolah menjadi “seragam” yang selalu ia kenakan sehari – hari.. Segala pekerjaan bersih – bersih hingga mengantar surat – surat penting untuk perusahaan lain menjadi makanan sehari – harinya.. panas dan macetnya jalanan jakarta menjadi ibunya.. dan semangat serta kerendahan hatinya menjadi darah pemanis bagi urat syaraf para penghuni kantor tempat ia bekerja..

            Dua jam semenjak kedatangannya ke kantor pun berlalu.. wajah – wajah serius para karyawan yang terbalut beban pekerjaan pun bermunculan... suasana hening, tenggelam dalam pikiran yang mengawang entah kemana.. Madi muncul dengan gaya lenggang kangkung nya yang khas.. senyum lebar yang memperlihatkan gigi – gigi kuning yang menghitam akibat nikotin...dan suaranya yang menggaung... menyapa manusia – manusia maupun alam yang mengintip di balik jendela kantor dengan salam,”pagiii!!!!!” dan mendadak pagi hitam putih kami menjadi tergores warna.. kami ditarik dari alam khayalan kami.. untuk bergabung dengannya menikmati pagi..dan sekedar membelai kesepian kami, membungkusnya dalam hangatnya perhatian.. perhatian? Ya.. seorang teman mengambil gelas yang telah ia cuci di wastafel.. gelas yang masih basah.. Madi yang berdiri di dekatnya sontak mengambil tissue dan berkata,”nih di lap dulu.. habis itu dikocok pake air panas dulu ya..” hmm.. sebuah perhatian yang memanusiakan di tengah kesibukan yang memesinkan manusia..

            Ia berpikiran nyalang... tak tunduk dengan siapapun... seorang pemikir bebas... ia membiarkan jiwanya liar tetapi tetap menjalankan pekerjaannya sepenuh hati.. seorang provokator yang menyeret kita untuk mengurai tawa.. untuk menghela nafas sejenak, keluar dari rutinitas... seorang yang begitu mudah untuk dicintai.. meski diskriminasi profesi memungkinkannya untuk menerima cercaan dari para manusia – manusia angkuh dan egois..

            Tubuhnya yang kurus dan menampakkan tulang tubuhnya tak mampu mengalahkan eksistensinya.. secara tanpa sadar, ia menjadi kaca pengingatku.. dan sekali lagi... aku menemukan Tuhan dalam diri orang kecil berjiwa besar seperti Madi..




Terima kasih Madi ..

Ilmu yang kau miliki melebihi segala pengetahuan yang ada dalam “otak pintar” kami..




Ad Maiorem Dei Gloriam



Amadeus Okky Suryono