Hari ini, Pagi terasa secerah kemarin.. aku tak mengerti
tanggal dan hari apa sekarang. Aku hanya menikmati hembusan angin pagi yang
menari malu. Kesejukan yang setiap hari kurasakan ketika Tuhan masih berbaik
hati memberikan tambahan hari yang selalu baik buatku. Sudah seharusnya di
usiaku saat ini, aku harus memasrahkan diri kepada hidup, mempersiapkan
segalanya jika suatu saat, hidup yang begitu singkat ini usai. Kusesap perlahan
kopi hangat pagiku sembari menikmati hijaunya dedaunan di pelataran rumahku. Aku
tak menyadari waktu yang menyapaku melalui anakku yang dikejauhan meneleponku
memberikan ucapan selamat dengan suara riang khasnya,”selamat ulang tahun ya
mbah!!”.. sesaat aku hanya tersenyum lebar dan membalas singkat,”oh yoooo...”.
Aku teringat. Hari ini usiaku beranjak menua.. 77 tahun.
Aku menua, sensor motorikku melemah, perasaanku begitu
sensitif, pikiranku menjadi tak terkontrol. Ucapan selamat ulang tahun,
bertambah nya umur, yang disampaikan dengan ceria, bagaimana aku menyikapinya? Suatu
perasaan yang kontradiktif menurutku. Bagaimana bisa seorang yang bertambah
usianya, diberikan suatu perasaan bahagia oleh orang lain? Apakah mereka senang
jika aku melemah? Apakah mereka tidak tahu jika dengan bertambahnya usiaku,
waktuku semakin dekat dan aku pun kadang ngeri membayangkannya? Gerutuku. Ah,
peduli amat. Cukup mendengar suara mereka dan cucu - cucuku pun aku sudah
begitu bahagia. Mereka sangat perhatian denganku. Meski hanya dari suara
telephone, dan terkadang aku ingin memeluk dan mencium dahi mereka. Lama. Tetapi
aku tetap bersyukur, sembari menghisap rokok kretekku dalam – dalam.
Tak selang beberapa saat, telephone genggam butut ku
berdering memecah kesunyian pagi. Kuangkat, terdengar suara dari kejauhan yang
memberi tahuku bahwa saudara lelaki tertua ku meninggal dunia di usia 83 tahun.
Aku terhenyak. Butuh waktu beberapa saat sebelum aku memanggil istriku untuk
memberitahukan informasi seperti itu. Dharmo namanya, yang beberapa hari lalu
masih bersemangat ketika kuajak mengobrol dan merasa dirinya baik – baik saja,
pagi ini dipanggil Tuhan.
Sejenak, pikiranku menyeruak di luar kendaliku. Rokok
kretek masih di tangan dengan asap yang menari di atas angan. 83 tahun, sedangkan
aku saat ini berulang tahun ke – 77 tahun. Ayahku dulu, juga meninggal pada
usia 83 tahun, kalau seandainya aku juga pada usia 83 tahun, waktuku hanya
tinggal 5 tahun lagi. Ah, tak apa. Aku sudah pasrah. Aku tak tahan melihat
sahabat – sahabatku pergi mendahului aku. Aku tak bisa melihat orang – orang yang
semasa hidupnya begitu memberikan warna bagiku, sekarang aku hanya bisa menatap
nisan mereka satu demi satu, sembari menceritakan kepada cucuku tentang kisah –
kisah persahabatan dengan mereka. Atau satu dua kisah percintaan. Dulu.
Aku menyulut rokok yang aku tak tahu sudah batang ke
berapa. Aku tak peduli. Tuhan begitu baik memberikan hidup yang murah hati
kepadaku. Anak – anakku berhasil, cucuku sehat dan pintar, aku hanya bisa
mencintai mereka dengan caraku sendiri hingga saat ini, hari demi hari, meski
mereka kadang tak mengerti akan cinta yang kuberikan, meski kadang mereka
sering menyakiti hatiku dengan tidak rukun bersama saudara – saudaranya. Tapi aku
tetap mencintai mereka. Dengan hidupku yang kupersembahkan untuk mereka.
Melalui hidupku, aku bekerja untuk Tuhan dan sesama, for the sake for my children and my grand
children. Aku tak perlu berkeliling dunia untuk bahagia. Meski aku
diberikan tawaran dari salah satu anakku untuk itu. Tetapi aku saat ini
bahagia. Mampu menyekolahkan kelima anakku di kala keterbatasan ekonomi melanda
kami saat itu. Hingga saat ini mereka bekerja dan memiliki kehidupan yang jauh
lebih baik dibandingkan aku saat itu. Mereka memberikan cucu – cucu yang sehat.
Aku bersyukur. Aku bahagia.
Aku harus siap jika Tuhan merindukanku dan memanggilku.
Aku tahu kehidupan ini tak kekal. Semua orang seharusnya siap, tak hanya
manusia seusiaku. Semua orang seharusnya bersiap.
Untuk kemuliaan Tuhan yang lebih tinggi (ad maiorem dei gloriam)
NB : dibuat di hari
ulang tahun Kakung yang ke 77. Selamat
ulang tahun, Kung.
Ad Maiorem Dei Gloriam
Amadeus Okky Suryono