Kala Senja di Ratu Boko

merasakan getaran suasana candi boko yang mempesona..

Menembus Waktu dengan Romansa

sebuah desahan mimpi yang sangat menggoda untuk disajikan..

De Britto ...

Sekolah cinta...Sekolah hati..

Gua Tritis...kemolekan yang menawan hati..

sebuah perjalanan menikmati kemolekan Gua Tritis yang patut untuk diulas..

Pantai Indrayanti..pantai pemuas hati..

pantai pasir putih yang memesona..

Senin, 12 Agustus 2013

ilusi cinta.

            “hanya ada satu kata yang membebaskan kita dari semua beban dan penderitaan hidup. Kata itu adalah cinta.” – Sophodes


            Mungkin aku dan beberapa orang begitu iri dengan Sophodes. Ia mampu merasakan cinta yang membebaskan.. cinta yang sejati.. kalau kata sejati bisa digunakan disini, dimana jelas para manusia pemijak tanah ber-separuh hati sepertiku begitu mempercayai bahwa tak ada cinta yang sejati..terlalu sering dirudung kekecewaan bahwa hatinya tak kunjung utuh.. hingga sinar cinta meredup dan menari menjauh..hingga cinta dirasa begitu jahat karena selalu meninggalkannya dalam kondisi tergolek lemah dan berkubang dalam kesesakan..

            Entahlah... mungkin aku juga perlu mengingatkan perlunya kesiagaan kalian, wahai para pencinta.. jika tak hati – hati..virus cinta ini akan memberimu berbagai ilusi.. mungkin bisa kusebut sebagai ilusi cinta..

            Aku menatap matanya untuk pertama kalinya..begitu dekat.. meski ketika kita berkenalan berada di suatu tempat dimana sinar rembulan sebagai sang penerang.. tatapan matanya begitu lekat menatapku..sepasang mata yang mampu membuatku terbang tak jelas juntrungannya.. yang dipadu senyuman yang mampu mem-bisa-kan hati dengan virus cinta.. sembari memegang telapak tangannya dan menyeretku menuju awan hitam di pekatnya malam melalui nina bobok suara yang menyebut sebuah nama..nama yang buatku buta... nama yang akan memenuhi sel – sel otakku.. nama yang menjadi sumber dari segala ilusi cinta..

            Aku merasa..

            Tatapan mata yang begitu berbeda ketika menatapku.. berbeda kedalaman maknanya jika ia menatap orang lain..  atau mungkin kuanggap begitu.. dan ilusi cintaku dimulai..

            Ia tersenyum begitu nikmat ketika berada di hadapanku.. senyuman yang dipadu dengan lirikan mata yang jelas – jelas melirik ke arahku.. ah.. senyuman itu untukku.. lirikan itu milikku.. atau mungkin kuanggap begitu..

            Adrenalin miliknya berpacu ketika berada di dekatku..hingga berakibat ia melakukan kesalahan – kesalahan lucu seperti menduduki meja kecil yang ia kira kursi, atau kesalahan kecil lain yang cukup bisa membuatnya tersipu di mataku..

Hingga aku menikmati sebuah perasaan dimana aku merasa telah memenangkan hatinya.. hati yang begitu didambakan berjuta pria yang menunggunya untuk terlelap dalam pelukan mereka.. sekali lagi dalam hidupku.. cinta yang pada akhirnya kusebut virus ini mampu menerbangkanku menuju bintang yang paling terang di penantian malamku..

Dan pada akhirnya aku tersadar ketika bintang yang kurengkuh tak sanggup lagi memancarkan sinarnya..aku panik sembari gravitasi membawaku kembali ke asalku.. sembari membunyikan bedebum yang amat keras dan aku tak merasakan sakitnya.. hm.. mati rasa.. bagaimana bisa? Ya.. ketika aku membelah tubuhku dan mengambil hati yang mulai mendetakkan namanya dari awal perkenalan kita, berjongkok sembari memberikan kepada dirinya.. ia hanya tersenyum.. sambil berkata,”aku tak mungkin menerima detakan hati itu dari seorang sahabat..” . “sahabat??? “, pekikku dalam suara yang tertahan.. syaraf ku mulai mati rasa.. otakku berhenti bekerja.. dan hatiku dipaksa berhenti mendetakkan namanya saat itu juga.. bahkan air mata pun tak mampu menggantikan kepedihanku oleh karena ilusi cinta..

Ya..ilusi cinta..



Aku pikir.. tatapanmu.. senyummu..tingkah lucumu.. itu semua untukku..
            Hanya untukku..





            Aku pikir..






Ad Maiorem Dei Gloriam





Amadeus Okky Suryono        

Selasa, 06 Agustus 2013

Selamat Malam, Kamu..

        Selamat malam kamu, makhluk indah yang mampu membuatku terpaku setiap kali aku menatapmu.. hanya senyum tipis dan debaran jantung yang mampu kubisikkan kepadamu.. hanya angan dan bayangan tentangmu yang mampu meninabobokkan aku dalam lelehan rembulan... hingga aku pun tersadar bahwa aku sedang berada pada mimpi terindahku dimana aku tak ingin bangun lagi..

Pada awal mimpi aku tak begitu yakin aku mampu mengisi helaan nafasmu di setiap bagian relung – relung jiwaku.. aku hanya bergelut pada anggapan bahwa aku telah tersihir untuk sesaat akan pesonamu.. hingga waktu telah memudar..dan aku kesal karena sihirmu tak begitu saja hilang dari pikiranku..dari hatiku...dari jiwaku.. kalau boleh, aku sebut dampak sihirmu ini sebagai cinta..

Ya.. Cinta.

Aku mencintai setiap bagian yang ada dalam dirimu.. aku mencintai tawamu..dengan lesung pipit yang selalu buatku berdesir bagai pasir pantai yang bergelung di bawah lautan.. aku mencintai tatapanmu..yang mampu memberikan sejuta arti tanpa harus mengurai kata..aku mencintai kepribadianmu, kelebihan dan kekuranganmu, yang mampu memelukku begitu erat dan membuatku tersenyum dalam mimpiku..

Terlepas dari mimpi atau tidak.. sadar maupun tanpa sadar.. kucubit diriku..dan rasa itu tetap sama.. bahwa aku mencintaimu..

Hingga sedikit demi sedikit aku tersadar akan sebuah fakta..

Fakta bahwa kamu telah memiliki pendamping, pada awalnya membuatku buta dan menjadi egois.. bahwa aku harus memiliki dirimu.. tapi kita bicara soal cinta.. cinta yang tak egois.. cinta yang ikut berbahagia tanpa harus memiliki.. cinta yang bahagia ketika kamu juga menampilkan secercah senyummu akan hubunganmu dengan pasanganmu.. dan untuk itu, aku mundur perlahan sembari mendekap cinta yang kusyukuri telah hadir secara tiba – tiba.. sebelum rasa ini menyelam lebih dalam lagi.. aku memutuskan untuk bangun dari mimpiku..mimpi indahku..

Tulisan ini aku buat untuk mengutarakan perasaanku padamu..agar tak ada rasa yang tertinggal dan tak terucap.. dan ijinkan aku untuk mencintaimu.. dari suatu tempat dimana aku masih bisa menikmati tawa renyahmu..dari kejauhan..



Ad Maiorem Dei Gloriam


Amadeus Okky Suryono

Minggu, 04 Agustus 2013

3 in 1

Biru tanpa awan..
Dalam tarian fatamorgana yang mendominasi bumi
Masih layakkah aku melihatnya?

Tiga insan duduk bercengkrama
Diiringi sedu-sedan dan melankoli hati
Melihat alam meraba masa depan walau hanya dengan kata

Persahabatan itu seumpama laut dan pasir
Yang bersama-sama menghadapi pecahan ombak
Bersama-sama menghadapi lelehan senja
Secepat angin bertiup dan setepat matahari terbenam
Tidak menghebuskan rasa yang tertanam

Ketika alam dan malam mulai melirik
Sesaat hati merasa terbeban menahan dingin
Untuk sesaat kenangan tentang kita mulai merajut
Kenangan yang kurasa tak kan lusuh terlindas waktu

Bermacam angka, angka 3 yang kupilih
Dari ribuan mil, hanya dua yang dihati.
Dengan satu alasan, persahabatan yang kekal dihati

by : Okky-Sophie-Depris
Jumat, 26 Juli 2013

KKN 63, Mojosari 21, Gunung Kidul-Yogyakarta





Ad Maiorem Dei Gloriam





Amadeus Okky Suryono

Maaf.. (Rex version)

Maaf..

Sebuah kata yang seharusnya tak kuucapkan karena memang aku benar – benar mencintaimu.. atau itu setidaknya yang aku rasakan. Kamu yang mencintaiku dengan jiwamu..Kamu yang tak layak menerima kekelaman dari dunia sekitarmu..tetapi karena aku..yang mendapatkanmu atas dasar ego sesaat..tanpa memikirkanmu kehidupanmu.. tanpa memikirkan keberlanjutan nafas tulusmu..
            
          Aku membenci diriku karena tak mampu mengajakmu terbang berdampingan denganku.. karena tak mampu berikan kasih yang seharusnya kamu dapatkan.. dan kamu hanya menatapku dari tanah berdebu sembari meneriakiku untuk selalu menjalani hidupku sepenuhnya.. seutuhnya.. dengan atau tanpa dirimu...
           
           Untuk itu aku minta maaf..
            
          Karena telah membawamu ke tengah – tengah hitamnya dunia yang tak sesuai dengan putihnya kamu.. dunia yang begitu membencimu.. dunia yang tak peduli erangan dan rintihanmu..
           
         Karena tak mampu berbuat apa – apa dikala kamu menangis, dan untuk sesaat aku teringat akan masa di kala kamu akan melakukan apa saja ketika aku terluka dan bersimbah air mata...

       Aku malu.. aku tahu bahwa aku tak layak menerima dirimu..dan cintaku tak sependar cintamu yang mampu memelukku begitu hangat..begitu mesra..dengan caramu..

      Sesaat.. aku teringat membelaimu untuk pertama kalinya.. di tengah kondisi yang kotor dan memuakkan.. kamu menghujamkan tatapanmu ke jantung hatiku.. kamu meminta tolong padaku untuk menyelamatkanmu..meski pada akhirnya aku harus mencaci diriku karena tak mampu mempertahankanmu di pelukanku.. dan terseok di tengah dunia yang semakin menghitam..

            Aku hanya bisa memohon dan meratap agar dirimu yang membawa separuh hatiku tetap hidup dinaungi senyuman mentari yang semburat di balik dirimu, antusiasme tanpa kenal mati, dan cinta yang memutih seiring buaian dari sang waktu..

              Sekali lagi.. dengan kelusuhan diriku yang tak pantas menerima putihnya cintamu..



Aku minta maaf..       

Rex, Anjingku yang malang..






Ad Maiorem Dei Gloriam


Amadeus Okky Suryono

                         

Jumat, 19 Juli 2013

Sekilas Tentang Kamu..

          Mata yang mampu memandang setiap orang dengan kedalaman makna tanpa harus mengurai kata..
            
          Bibir yang mampu mengangkat rona merah di pipiku, menghangatkan hati yang rapuh, dan membuatku menari dan tersenyum dalam kilau bunga tidurku..

           Tangan yang selalu memeluk kesedihan, mendekap sendu, dan membelainya hingga meniadakan jejak air mata di pipi..

         Pundak yang mampu memanggul kerendahan hati, meski terseok dalam lautan kesombongan diri... meski tertatih dan berkubang dalam warna manusia – manusia yang semakin menghitam...

      Hati yang mampu membuat kami, kaum adam, bertekuk lutut dan meratap bagai bintang yang mengelilingi bumi.. Hati yang mampu membungakan sekaligus menggugurkan taman – taman hati...

         Ya... itu kamu..

         Dan ini hanyalah beberapa baris kata yang mewakili sebagian kecil indahnya dirimu..

         Mampu mengenalmu..menatap warna matamu..menikmati senyum di bibirmu.. merasakan kehadiranmu meski hanya sesaat seperti mimpi yang hadir dalam satu satuan waktu.. itu sudah cukup...cukup untuk menyadarkanku bahwa masih ada malaikat tanpa sayap yang mau merendahkan hatinya untuk mengajariku...cara untuk terbang menuju dunianya..


Ad Maiorem Dei Gloriam



Amadeus Okky Suryono

Senin, 24 Juni 2013

Raga dan Rasaku..

       Seandainya Lena bisa memilih, ia takkan jatuh cinta kepada Derry. Setidaknya itulah yang Lena rasakan selama hampir tiga tahun kedekatan raga mereka di kota impian masa kecil mereka, Paris. Ternyata kedekatan raga mampu mengalahkan ketiadaan emosi. Ia tahu bahwa hubungan mereka tak melibatkan hati. Mereka hanyalah dua manusia kesepian yang butuh teman. Tak ada cinta terungkap. Seharusnya Lena tahu itu. Hingga di suatu akhir minggu, hatinya membubung tak terjangkau akal logikanya.

      Lena terbangun di suatu pagi, membalut tubuhnya dengan selimut yang mereka gunakan sebagai alas untuk bercinta, dan menatap mentari yang telah menanti dan menerobos melalui kaca apartemennya pagi itu. Paginya menjadi semakin cerah ketika ia melihat Derry terduduk di teras apartemen sembari menyesap rokoknya dalam – dalam, bungkus rokok yang tak terpakai yang ia gunakan sebagai asbak, dan sekaleng bir di sisinya. Derry memandang biru langit yang memadu kasih dalam kemuning mentari. Lena tersenyum, menyusul Derry menuju teras apartemennya, mendudukkan dirinya di kursi dengan meja kecil memisahkan keduanya, mengambil dan menyalakan sepuntung rokok sembari membetulkan letak selimut yang mencumbu tubuhnya. Asap rokok mereka pun menari dalam pagi yang mengalun lembut, dan terburai ketika Derry memulai percakapan yang membuat Lena terhenyak.

            “kayaknya aku harus kembali ke Indonesia.”
            “kenapa? Kok tiba – tiba?”
            “ada yang harus kuurus. Senja. Kamu pasti suka sama dia.”
            “oh..temen?”
            Lena menangkap percikan mata Derry yang menatap matanya, senyumnya yang merona. Ia pun paham.
            “kapan mau ke Indonesia?”
            “akhir minggu ini..”

            Percakapan mereka ditutup dalam hening..dengan asap rokok masih menari di atas kepala mereka..



Time flies..6 jam sebelum keberangkatan..mereka terduduk di teras yang sama sembari menyesap rokok dan menikmati tetes air hujan dalam sendunya malam.

            “Senja ya?”
            “iya..”
            “kenal darimana?”
“dulu sebelum aku mutusin cari inspirasi dan tinggal disini, kota aneh yang ternyata ada   kamunya, aku sempat kenalan sama dia di Jogja. Ketemunya waktu dia dibawa sama temenku buat hadir di salah satu pameran lukisanku. Akhirnya sempet jalan bareng juga. Aku rasa sekarang waktunya tepat. ”
“tepat untuk apa?”
“tepat untuk nyusul dia. Nyatuin hati kita. karena memang waktu itu aku masih belum siap untuk berlanjut ke tahap yang lebih serius lagi. Nikah. Gila kan? Ha.ha.. Surat terakhir dari dia buat aku makin yakin sama dia.”
good for you!

Kata terakhir yang Lena ucapkan serasa membuat lidahnya kelu.. senyum pun tak mampu ia lontarkan. Hingga Derry memagut bibirnya, mendekap perempuan itu, dan untuk terakhir kalinya mereka pun bercinta.

Pagi begitu dingin ketika Lena membuka matanya, ia berdiri sembari membalut tubuhnya dengan selimut percintaan mereka. Kamar telah kosong. Lena memandangi sudut – sudut ruangan yang hampa akan aroma Derry. Kamar yang familiar dalam alam pikirnya. Jam dering yang sudah mulai berkarat di atas meja coklat yang sudutnya mulai terkelupas, dinding di satu sudut ruangan yang berwarna kecoklatan. Tanpa Derry.





Ad Maiorem Dei Gloriam




Amadeus Okky Suryono

Minggu, 16 Juni 2013

Cerita di balik senja dalam rinai hujan..

        Dalam senja yang bergelung bersama kelabu awan, terbalut gemuruh Zeus yang menggoda manusia tak bersayap pemijak bumi untuk berlari – lari kecil mencari tempat naungan berteduh. Godaan yang seakan menjadi isyarat ketika para bidadari berdansa bersama rintik air hujan yang turun ke bumi dengan berselimutkan aroma – aroma tanah basah dan bersenandung bersama gugurnya daun – daun yang rapuh karena lekang oleh waktu..

        Di tengah alunan orchestra alam itu, ada seorang ibu dengan barang belanjaan kebutuhan pokok di dalam tas kresek hitam yang tergenggam di tangan kanannya, sedang berteduh di bawah naungan terpal seng usang di selasar sebuah pasar tradisional. Ia menerawang menuju sendunya langit. “ah..hujan..”, katanya dalam hati. Sayup – sayup ia melihat motornya yang diparkir tak jauh dari situ.

        Dalam alunan melody hujan yang semakin tak merintik, alam seolah termangu dengan nafas menderu seorang bocah berusia 7 tahun yang berlari ke arah ibu tadi sembari membawa payung yang penuh dengan tambalan dan baju yang semakin erat memeluknya akibat dekapan air hujan.. Ia berlari berbekal sinar mata yang terkaburkan air dan senyum khas dari gigi – gigi mungilnya.

“Bu..payungnya bu...”
“boleh nak...”

         Ibu itu pun menggenggam pangkal payung, memayungi dirinya, dan anak itu berlari kecil di sebelahnya dengan bermandingan senja dan hujan.

“Sini nak, kita payungan sama – sama...”
“Gak usah bu, ibu aja yang payungan..”
“Gakpapa nak, sini..”

       Ibu itu pun mendekap pundak si anak dan merapatkan ke tubuhnya yang lebih hangat.. tak berapa lama, mereka pun sampai di samping motor si ibu..

“berapa nak?”
“terserah bu..seikhlasnya..”

      Tergerak oleh kelembutan  hatinya, ibu itu merogoh dompetnya dan mengambil uang 5 ribuan sembari meletakkannya ke atas telapak tangan mungil yang menengadah menatap langit. Anak itu terdiam sembari menatap uang itu lekat – lekat.. nominal uang yang sangat jarang ia terima. Bagai kebahagiaan dinamo kecil, ia mengucapkan terima kasih, berlari dengan langkah kegembiraan, dan tangan yang menggenggam uang di udara, ia membelah gerimis dan senja yang semakin menghitam..




Ad Maiorem Dei Gloriam


Amadeus Okky Suryono