Kala Senja di Ratu Boko

merasakan getaran suasana candi boko yang mempesona..

Menembus Waktu dengan Romansa

sebuah desahan mimpi yang sangat menggoda untuk disajikan..

De Britto ...

Sekolah cinta...Sekolah hati..

Gua Tritis...kemolekan yang menawan hati..

sebuah perjalanan menikmati kemolekan Gua Tritis yang patut untuk diulas..

Pantai Indrayanti..pantai pemuas hati..

pantai pasir putih yang memesona..

Jumat, 31 Agustus 2012

Tugas Kuliah, mempelaiku..


Senja menggurat sendu pada akhir sebuah hari
Awan berarak lesu disambut angin yang menari malu...
Waktu bergulir dalam aroma lelah dan berujung resah..
Dampak aura yang merasukiku di sepanjang minggu..

            Seminggu sudah perkuliahan menyambutku..
            Paksaku ‘tuk bercinta hingga deru nafas dan lelah mendera..
            Nodai waktu yang seharusnya kunikmati..
            Dengan segala aktivitas yang buatku mengerti akan gairah hidup..
            Pikirku..

Senyuman di awal minggu menjadi tak setia dan hilang tinggalkanku..
Biarkanku terseok dan merana di penghujung minggu yang kelabu..
Penuhi pikiranku akan kekhawatiran hari esok..
Akan tugas kuliah yang menjadi mempelaiku paling menggoda..
Bagaimana jika tugas kuliah ini menghianatiku esok hari?
Bagaimana jika aku yang telah berusaha mencintainya..
Merasa bahwa ia tak mampu membalas cintaku?
Aku mendesah...

            Ah..aku tak peduli..
            Walau ia tak pedulikanku, aku telah berusaha mencintainya sepenuh hati..
            Aku telah berusaha menikmati setiap guliran waktu bersamanya...
            Aku telah memberikan rasa cintaku dan kulakukan dengan tulus..
            Jika ia justru membuat senyumku hilang tanpa harapan..
            Jika ia penuhi otakku hingga garis mataku menjadi kaku..
            Dan bernafas pun terasa berat...
            Aku tak peduli..

Meski hari – hariku dipenuhi dengan angan tentangmu..
Hingga merasuk ke dalam mimpi – mimpi burukku..
Dan ku tak dapat menikmati tawa dengan orang – orang yang kucintai..
Hanya karena pikiran tentangmu mendominasi otakku..
Aku tak peduli..

            Senja hari ini..
            Aku akan berusaha untuk lebih mencintaimu dan mencintai diriku juga..
            Ketika aku berusaha bernafas dan kau memelukku begitu erat..
            Aku akan membalas pelukan hangatmu..
            Senyuman tak akan hilang dari garis wajahku..
            Meski angan tentangmu terkadang pisahkan aku dan sang waktu..
            Sembari aku menikmati tertawa bersama orang – orang yang kucintai..
            Dan menikmati setiap desah nafas dengan hadirnya kau disisiku..
            Hingga aku dan kamu menjadi satu..


Ad Maiorem Dei Gloriam




Amadeus Okky Suryono


Senin, 20 Agustus 2012

Ketika Lebaran Tiba..


     
Sumber Gambar : www.Google.com
     
      Libur Lebaran terutama bagi umat muslim menjadi suatu kata yang familiar dengan merajut kebersamaan, terutama di antara anggota keluarga setelah sebulan mereka berpuasa. Bahkan tak hanya umat muslim, umat – umat non muslim juga menjadi tertular akan semangat kebersamaan mereka dan ingin ikut merayakan pula bersama anggota keluarga mereka di rumah sembari menjauhkan diri mereka dari berbagai macam aktivitas yang mendera keseharian mereka.

      Tak pelak, pertemuan antar anggota keluarga menjadi suatu dampak penimbul tawa dan pelukan hangat, serta menjadi pemupuk semangat di kala pikiran dan hati menjadi sekering daun – daun yang berguguran..bahkan kita rela untuk membelah kemacetan jalanan, bermandikan mentari, berpeluh dan berdesak – desakan dengan manusia – manusia yang juga rindu akan hangatnya sebuah kata, Keluarga..

       Tetapi..para manusia – manusia perkotaan dari segala usia yang pikirannya telah dipenuhi oleh beban – beban pekerjaan, menyeret ruwetnya pikiran dan membawanya ke dalam hangatnya rumah orang tua maupun saudara – saudara mereka..alhasil, ketika beban pikiran tersebut tetap tinggal dan menetap di pikiran – pikiran mereka, tawa dan canda antar anggota keluarga menjadi hambar dan hangatnya senyuman menjadi dingin..

      Bahkan sering mereka berbincang – bincang, membicarakan anak – anak mereka yang sudah tumbuh besar dan bersekolah di sekolah kebanggaan mereka, terkadang membicarakan hobby yang sama – sama mereka sukai, ataupun berbagai macam topik yang mereka dengungkan ketika bersandar di bahu para anggota keluarga mereka..tetapi di samping itu, tawa dan perbincangan yang mereka ajukan seolah menjadi bumbu ketika pikiran mereka berkelana dan menari terhembus angin pagi hingga terbang dan berkelana entah kemana.. ya.. pikiran mereka mengkhawatirkan bagaimana pekerjaan mereka pasca libur lebaran..bagaimana anjing – anjing di rumah apakah mereka baik – baik saja? Bagaimana..bagaimana..otak mereka diisi dengan hal – hal di luar kehangatan dan kenyamanan rumah tempat orang tua dan saudara – saudara mereka berkumpul..

        Pikiran mereka tidak menyatu dengan raga mereka..

      Bagaimana bisa kita menikmati kebersamaan dan merasakan nostalgia bersama keluarga di rumah jika kita terus khawatir? Akan pekerjaan kita? akan kehidupan kita yang akan datang? Banyak buku – buku motivasi mendengungkan kepada kita bahwa kehidupan kita yang sebenarnya adalah saat ini juga.. dan ada juga pepatah yang mengatakan, “ yesterday is a history, tommorow is a mystery, but today is a gift..that’s why it called present.” Hingga sudah selayaknya di lebaran ini, keluarga kita menyambut kita seutuhnya dalam pangkuan dan genggaman mereka..

Nikmatilah..


Ad Maiorem Dei Gloriam


Amadeus Okky Suryono 

Kamis, 16 Agustus 2012

Cinta.. Bernyanyilah..


Udara pagi seakan menyeruak dan mengisi rongga nafasku..
Pagi seakan begitu jahat dengan semilir angin dingin membekukan..
Hingga air pun terhasut untuk menggumpal menjadi bongkahan es kecil..
Karena begitu takut membahagiakanku dengan belaiannya..
            
            Ketika segalanya berubah menjadi dingin dan tak berarti..
            Tak peduli akan haus dan dahaga ditengah guratan ke-abu-abuan langit..
            Tapi kurasakan seberkas angan hangat yang buatku bertahan..
            Di tengah badai salju yang menjadi kelam dan ternoda..

angan hangat itu mengalun lembut..
Yang mengalir secara perlahan mengisi setiap denyut jantungku..
Menari dan berdansa dalam bahasa kalbu..
Sembari diiringi dengan kehangatan kebersamaan.
Aku dan kamu..
           
            Tiap lagu yang kita nyanyikan..
            Tiap nada yang kita dendangkan..
            Senyum dan tawa yang terbatuk pilu..
            Bayangan kenangan perlahan terbang dalam bilur – bilur angan..

Untuk beberapa saat, kembali aku tergelitik oleh setetes embun yang menjadi beku.
Terjatuh..pecah..dan kristalnya menggaung memecah sunyi..
Hingga tuk beberapa saat kurasakan dinginnya tulangku yang bergemeretak.
Kesadaranku-pun menjadi goyah..dan terantuk kembali ke dalam angan tentangmu...

            Di tengah godaan semilir angin..dan bekunya hati..
            Aku hanya ingin mendengar sendu suaramu..
            Nyanyikan lagu romantika yang memanggil jiwaku..
            Untuk menyatu dan tinggal bersamamu.

Menyanyilah cinta..
Berdendang dan tersenyumlah..
Nyalakan selalu kehangatan yang diberikan melalui lagu yang kau nyanyikan..
Untuk sekedar memelukku yang meringkuk di atas pembaringanku yang dingin dan sepi..
Dan aku tahu..aku tak sendiri..
  


Ad Maiorem Dei Gloriam




Amadeus Okky Suryono

Sabtu, 11 Agustus 2012

Bahasa Indonesia vs Bahasa Jawa

Sumber Gambar : www.google.com

Malam menjadi dingin..dalam gemerisik lembut dedaunan yang dibelai angin..dan keheningan malam seakan terbelah ketika kudengar seruan di kejauhan,”ky..ikut mbah adorasi ekaristi di gereja yuk..” aku yang asing akan kosakata adorasi ekaristi pun langsung manut saja akan ajakan eyangku. “Yah..sekali – sekali lah mengikuti kegiatan rohani”, pikirku.. malam itu sekitar pukul 9 malam, kamipun membelah dinginnya malam dengan sepeda motor dan ditemani dengan erangan mesin yang menderu dalam heningnya bulan..

Tak sampai 10 menit kamipun tiba di salah satu gereja di Ceper, Klaten dan kedatangan kami disambut dengan aura ke-khusyukan gereja tersebut dari dalam. Adorasi Ekaristi pun dimulai dan “memaksa” obrolan – obrolan umat yang mayoritas menggunakan bahasa Jawa pun terhenti. Ya! Adorasi Ekaristi merupakan suatu konsep berdoa Rosario dan Ekaristi singkat yang dilakukan secara bersama – sama, dan kebetulan menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar. Aku memang pernah belajar akan bahasa Jawa, dan mengerti apa yang dimaksud ketika ada orang yang menggunakannya, tetapi sangat jarang aku menggunakannya. Kegundahanku pun dimulai... 

Konsep berdoa rosario secara bersama – sama mengharuskan umat untuk secara bergantian dan urut dari tempat duduk mereka untuk melafalkan doa Salam Maria dan Bapa Kami ditemani dengan tarian api diatas lilin menemani mereka yang melafalkannya. Dalam hati aku merasa malu mengapa aku tak sering menggunakan bahasa Jawa agar dapat menggunakannya di saat berkomunikasi dengan orang yang lebih tua ataupun di saat – saat berdoa dengan pengantar bahasa Jawa seperti ini.

Ketika tiba giliranku, seorang ibu tua sepertinya mengerti kegundahanku yang tak fasih berbahasa Jawa dan lilin kecil itu menghampiriku, tanda itu adalah giliranku melafalkan doa Salam Maria. Beliau membisikanku dari belakang dengan berkata,” pake bahasa Indonesia juga gakpapa..” sontak aku tersenyum kecil dan melafalkan dengan menggunakan bahasa Indonesia, yang disambut oleh umat yang lain dengan bahasa Indonesia pula.

Syndrom yang aku alami kurasa juga dialami oleh hampir sebagian besar generasi muda Indonesia yang saya temui, dimana mereka merasa bahwa bahasa Jawa adalah bahasa yang gak keren. "Hari gini mah lebih gaul pake bahasa Indonesia, gak usah pake bahasa jawa" . Bahasa Jawa merupakan bahasa budaya di pulau Jawa yang menganut tata krama ketika sedang berbicara kepada orang yang lebih tua ataupun kepada siapapun untuk mengakrabkan suasana. Aku pun lebih menghargai para putra daerah yang berasal dari luar pulau jawa, dimana mereka sering menggunakan bahasa mereka untuk sekedar berbincang kepada orang tua mereka maupun teman – teman mereka. 

Pola pikir tidak adanya apresiasi kepada budaya ini sudah merembes ke putera – putera Jawa yang tinggal di perkotaan pada umumnya. Para generasi muda ini seakan apatis terhadap penggunaan bahasa Jawa yang tak keren ini, hingga akhirnya berdampak pula pada budaya mengapresiasi penampilan dalang yang menari bersama wayang  - wayang nya yang turut menjadi luntur. Hanya satu dua anak muda yang mau dan berminat untuk duduk lesehan sembari menikmati alunan gamelan dan Sinden yang mengarak para wayang kulit untuk beraksi. Tontonan indah berbahasa jawa ini seolah tak menjadi tren anak muda saat ini yang lebih suka menonton film – film korea yang kebanyakan dikarenakan wajah – wajah para aktor – aktris nya yang ganteng dan cantik.

Ketika sekelumit kondisi generasi muda kita tak mau mengapresiasi bahasa jawa sebagai salah satu budaya kita, bermain karawitan pun menjadi imbasnya. Dikarenakan stigma para generasi muda Indonesia khususnya di Jawa yang menganggap bahwa salah satu bahasa budayanya gak keren, mereka akan menganggap yang berkaitan dengan Jawa-jawa nan juga gak keren, termasuk karawitan. Suatu hari, saya melihat program tv berjudul Jalan – Jalan di salah satu TV swasta, dimana mereka melaporkan dari Jepang dan mewawancarai beberapa orang Jepang pasca pertunjukan Karawitan mereka. Pikiran pertama yang muncul di benakku,”Apa?? Orang Jepang yang notabene tinggal di luar wilayah Indonesia justru MAU untuk memainkan apalagi melestarikan budaya Indonesia seperti Karawitan?? Trus generasi muda kita??” 

Aku mengajak semua generasi muda baik yang masih seperti saya, yakni belum dapat menggunakan Bahasa Jawa tetapi sebenarnya mengerti apa yang dimaksud ketika mendengarkan bahasa tersebut diucapkan, maupun generasi muda yang sama sekali blong gak tau apa – apa tentang salah satu bahasa budaya tempat ia tinggal, yuk sama – sama turut ambil bagian dalam upaya kita melestarikan dan mengapresiasi budaya kita yang keren abis ini.



Ad Maiorem Dei Gloriam





Amadeus Okky Suryono   

Selasa, 07 Agustus 2012

Palsu!


Ketika pagi menjadi dingin..
Dalam alunan ejekan burung – burung yang bersukacita di atasku.
Belaian semilir angin menjadi tak menyegarkan dan mengganggu selera..
Kokokan ayam pun tak mampu membantu goreskan gairah hidup..
        Hatipun beku, dan kehangatan mentari tak sanggup mencairkannya.
Mata seakan  menerawang ke suatu alam yang tak jelas ujung pangkalnya.
Dimana kesunyian justru menjadi sesosok temanku yang paling kusayangi..
Hingga angan yang berwarna pelangi itu tak tampak lagi..

Malam terasa begitu jahat..
Dengan noda hitamnya yang semakin belenggu diriku begitu erat..
Seolah guratan merah dan kuning yang biasa menghiasi langit hati..
Kalah dan hilang entah kemana..
        Ku baringkan diriku dalam keramaian..
Yang kutemukan hanyalah kepalsuan .. palsu..
Dengan menebar senyuman dingin yang membekukan..
Yang kurasakan hanyalah tatapan sinis dan bukan optimistis..

Beberapa menunjukkan wajah datar menggeloranya..
Berusaha untuk menikam kepalsuan dan menggoyahkannya..
Tetapi yang ada hanya menyiratkan datar penuh benci..
Tanpa antusiasme..tanpa semangat berbagi.. apatis!
        Senyuman sosial kembali berusaha ditebarkan seorang yang lain..
Yaahh..sekedar ba..bi..bu..
        Menyatu dalam kepekaan yang menjadi sulit..
        Yang membosankan dan memuakkanku..

Tak bisakah kau menjadi ANJING?
Yang jujur dan tanpa lelah menggigit rasionalitas dan perjuangkan persahabatan
Yang melompat kepada yang tak dikenal dan mengendus untuk memahaminya lebih dalam..
Yang berani menunjukkan dirinya yang sesungguhnya..
Hingga menjadi musuh kepalsuan no.1! 
       Malam semakin larut...dan bintangpun enggan memoles sinarnya..
Kurasakan kawanan anjing begitu sukacita dalam gonggongannya..
Mereka berpesta dalam ketulusannya..sembari mengejek manusia..
Karena tak bisa berperilaku seperti mereka!


Ad Maiorem Dei Gloriam




Amadeus Okky Suryono

Jumat, 03 Agustus 2012

Masa Kecil Kurang Bahagia?


Sumber gambar : www.google.com  

     “ Sariii...ayo sudah siang, dimatiin dulu Blackberry- nya, sini makan sop kesukaanmu nak..”, pinta ibu yang terduduk di meja makan bersama Rani, kakak Sari sembari menuangkan sop bakso kesukaan Sari ke atas piring Rani. Tetapi Sari tak bergeming. Ia terus menatap dalam – dalam sembari tersenyum cekikikan menatap layar Blackberry-nya di dalam kamarnya yang mungil. Sekelumit kisah diatas membawaku ke alam masa kecilku dulu. Sebuah masa dimana aku yang masih berseragam putih merah, dengan antusiasnya berlompatan kian kemari hanya karena aku berhasil menyisihkan tabunganku untuk membeli tazoz yang banyak ditemukan di dalam snack, kemudian memamerkannya kepada teman – teman sepergaulan serta memainkannya dengan meletakkannya di antara telapak tangan kananku, serta tos! Pemenangnya ditentukan lewat gambar pokemon dalam tazoz tersebut menengadah ke atas atau tertungkup di tanah yang berarti kalah. 

     Hari berganti petang, ketika seragam putih merahku berganti kaos santaiku, kuraih mobil – mobilan tamiya ku yang kubeli seharga 11 ribu rupiah dari berbulan – bulan aku menyisihkan uang jajanku, dan kupamerkan dengan gaya khas anak kecil yang bangga ketika mainannya ternyata lebih “menyala” dibandingkan dengan mainan teman – temannya. Para serdadu kecil itu pun menyusun trek – trek buatan dan saling mengadu kecepatan dari tamiya – tamiya kami sembari dibalut suasana kehangatan dan alunan merdu dari persahabatan.

     Sejenak, aku mulai menyadari bahwa zaman telah berubah begitu cepat. Ketika kulihat anak – anak seperti Sari begitu “bahagia” dalam permainan Blackberry-nya di kamarnya yang mungil, jauh dari aura kehangatan yang sebenarnya. Zaman ketika seorang anak kecil tak menghadapi serunya permainan bersama teman – teman nya yang menyatu bersama tawa riuh dari para pemenang cilik serta belajar untuk berjiwa besar mengalami pahitnya kekalahan sejak dini. Zaman ketika para serdadu cilik itu belajar bersikap apatis terhadap hal – hal baru di sekitar mereka, dan hanya memperdulikan aplikasi – aplikasi modern yang lebih seru dan semakin menjauhkan mereka dari dunia sosial yang sesungguhnya.

     Peran orang tua menjadi sektor penting dalam kontrol anak sejak dini, dimana di usia mereka, bagaimana para orang tua dapat mengasah ide untuk menanamkan jiwa petualang si anak agar tidak hanya terpekur di antara bayang – bayang layar alat digital tersebut. Kebijakan untuk memanjakan anak dengan berbagai kemudahan fitur dari perangkat itu perlu dilaksanakan secara selektif apakah menunjang pertumbuhan anak atau tidak. Jika ternyata perangkat canggih tersebut justru membuat anak menjadi makhluk antisosial, apa gunanya perangkat jutaan rupiah tersebut? Bagaimana wajah generasi muda Indonesia di masa depan jika hati menjadi semakin beku, dan tak adanya pengalaman – pengalaman sosial yang mampu menunjang mereka untuk semakin memahami persahabatan, kemenangan maupun kekalahan dalam hidup? Apakah ini yang disebut sebagai masa kecil kurang bahagia?



Ad Maiorem Dei Gloriam




Amadeus Okky Suryono