Hari
ini, Ronnie yang selalu membungakan taman – taman hatiku ini terbaring di
sebuah bangsal sederhana berisi 4 orang pasien termasuk dirinya. Ia.. seorang
pria yang kukenal selalu mengusahakan yang terbaik bagi dirinya menjadi seolah
tak lagi peduli dengan tembok dalam ruangan bangsalnya yang retak di setiap
sudutnya.. ataupun kasur tempatnya berbaring yang tak empuk.. ataupun suara
ramai para pengunjung dari teman pasien sekamarnya.. Ia hanya memperdulikan
rasa sakit di perut bagian bawah, dan terasa sakit ketika buang air kecil.. ia
hanya memperdulikan tentang kapan sang waktu mengijinkannya untuk sembuh dari
infeksi saluran kencing yang dideritanya.. bahkan ia menjadi seolah tak peduli
mengenai fakta bahwa tak ada yang mendampinginya, ataupun duduk di samping
pembaringannya untuk sekedar bertanya,”gimana? Uda baikan?”..
Lalu, dimana aku? Tepat 1 jam
pemberitahuan darinya via blackberry
messenger yang sebenarnya ditujukan kepada sahabat - sahabatnya termasuk
aku, seorang pengagum rahasianya yang juga menjabat sebagai sahabatnya, aku
datang di rumah sakit tempat ia dirawat. Aku tak lagi peduli untuk berangkat
bersama – sama dengan sahabat yang lain. Aku hanya peduli, ketika aku tiba di
samping pembaringannya.. Aku adalah orang pertama yang ia tatap ketika ia
membuka matanya dari mimpi indahnya.. dan faktanya, aku memang menjadi yang
pertama datang mengunjunginya.. aku tersenyum.
Senyumanku tak bertahan lama di
sisinya semenjak kedatanganku.. aku seolah ikut merasakan jarum infus yang
menembus kulitku.. gigi yang gemeretak dan tangan yang menggigil akibat demam
yang ikut – ikutan mendampingi.. aku memejamkan mataku.. aku berharap aku dapat
ikut menanggung sakit yang dideritanya.. agar ia tak begitu kesakitan.. agar ia
tak merasa sendirian..
Tak berapa lama, matanya perlahan
terbuka.. menatapku perlahan dengan mata hitam kecoklatan yang selalu membuaiku
setiap kali aku menikmati sinar matanya.. ia tersenyum sedikit.. dan aku
berusaha menampilkan senyum termanis, meskipun memang pada faktanya senyumku
tak semanis wanita yang membuatnya jatuh hati saat ini, meskipun senyumku
takkan membuatnya secara instan mengejarku seperti ketika ia mengejar seorang
wanita yang telah memiliki tambatan hati, meskipun senyumanku tak bisa
membuatnya jatuh ke dalam sebuah cinta yang buta.. tetapi senyumku.. sebuah
senyum yang aku harap mampu menyampaikan pesan bahwa aku disini.. aku yang terduduk
di sisinya.. aku yang mencintaimu dan berharap kamu lekas membaik..
“Hai sleepy head..tidurnya nyenyak?”
“ah.. gak juga..pusing banget
kepalaku..”
“minum dulu gih..”
“gak ah.. masa aku minum dikit aja
uda pengen kencing lagi? Sakit tauk..”
“iya.. namanya aja lagi sakit..udah
makan?”
“udah tadi.. kamu dateng sendirian?”
“iya.. hehe..trus tadi kamu
kesininya dianter siapa ron?
“sendiri..haha.. kayaknya selama aku
di Jogja, kalo aku sakit selalu berangkat sendiri
deh.. hahaha”
“lah.. tau gitu kamu bilang aku
dong..kan aku bisa anterin..”
“iya juga ya.. hehehe.. oya, gimana
kabarnya Veni? “
Ah..Veni.. wanita yang juga
sahabatku sendiri dan membuat Ronnie bertekuk lutut meskipun telah dimiliki
Ferdi, kekasih Veni..Ronnie terjebak dalam cinta yang tak berpintu, cinta yang
buntu.. hati Veni telah dimiliki orang lain.. dan kekasihku itu tak peduli
dengan hal itu.. aku pun menjawab dengan senyum kegetiran dan terkesan asal –
asalan..
“baik – baik aja.. kayaknya lagi
nge-date sama Ferdi tuh..”
“aghh....”
Percakapan kamipun terhenti dan
terbalut tarian kesunyian hingga membuatnya menari dan meninggalkanku ke alam
mimpi.. kekesalanku pun seolah memudar.. ketika menatap hembusan nafas
teraturnya saat ia tertidur.. ataupun sedikit mengigau.. lucu dan menggoda..aku
mengharapkan kesempatan untuk sekedar menyentuh tangannya.. ataupun hal lain
yang membuat kulit kami bersentuhan.. dan untuk saat ini.. hanya dalam bayang –
bayang saja sudah cukup buatku..
Kencan kami terbelah ketika sahabat –
sahabat lain mulai berdatangan mengunjunginya.. ia pun terbangun dan merajut
waktu bersama perhatian yang mereka lemparkan.. aku melihat senyumnya yang
selalu buatku terbang dan lupa bahwa tempatku berpijak adalah bumi.. aku
menikmatinya.. aku bagaikan terduduk dalam sebuah opera dimana ia dan sahabat –
sahabat yang lain menjadi aktor – aktrisnya. Dan seolah terdapat sebuah saraf penghubung antara
tubuhnya dengan tubuhku.. aku tertawa ketika ia tertawa.. aku tersakiti ketika
ada hal yang dirasa ia juga ikut tersakiti..
Tak berapa lama, para sahabatpun
pulang.. ia pun terbaring lelah dan hendak meninggalkanku lagi menuju mimpi
indahnya.. hanya tinggal aku di sisinya..
“kamu gak ikutan pulang?”
“enggak.. aku disini aja..jagain
kamu..gakpapa?”
“yakin? Ya aku sih seneng – seneng aja..”
“sip.. dah tidur sana..”
Ia pun tertidur.. aku duduk di kursi
samping pembaringan..menikmati buliran waktu yang berjatuhan.. bersamanya..
Ad
Maiorem Dei Gloriam
Amadeus
Okky Suryono