Kala Senja di Ratu Boko

merasakan getaran suasana candi boko yang mempesona..

Menembus Waktu dengan Romansa

sebuah desahan mimpi yang sangat menggoda untuk disajikan..

De Britto ...

Sekolah cinta...Sekolah hati..

Gua Tritis...kemolekan yang menawan hati..

sebuah perjalanan menikmati kemolekan Gua Tritis yang patut untuk diulas..

Pantai Indrayanti..pantai pemuas hati..

pantai pasir putih yang memesona..

Minggu, 22 Desember 2013

Ibu..

Ibu..
Satu kata, berjuta makna..
Satu cinta, berjuta pesona..
Terbalut kerelaan untuk menumpahkan kasih sayang tak berbatas..
Meluber dari kapasitas hatinya..
Dan kami, anak – anaknya hanya bisa menadah...
Hanya bisa meminta..
Tatkala hati kami semakin retak dan merapuh terhimpit tatanan dunia..

            Ibu..
            Ia berpendar.. dan berkedip..
            Berpendar ‘tuk membela terang..
            Berkedip ‘tuk mengingatkan bahwa sisi gelap itu ada karena terang..
            Ia  manusia..
            Sebentuk manusia yang tak seperti manusia lainnya..

Ibu..
Sebuah teladan bagi jiwa – jiwa pemeluk kebebasan..
Sebentuk kasih bagi sesama yang tertindas dan menderita..
Sebuah sanctuary bagi kami anak – anaknya yang masih dibungkus arogansi masa muda..
Sebuah karya nyata bahwa selalu ada cinta yang bisa diberikan..
Cinta yang tak sesuai dengan buku – buku romansa apapun..
Cinta yang tak membutuhkan alasan untuk mencintai..
Cinta yang bukan merupakan kebiasaan, komitmen, atau utang..
Guru yang menekankan untuk cukup mencintai saja, dan itu sudah cukup...

            Ibu..
            Engkau bahagia ketika anak – anakmu menggores senyum..
            Engkau patah hati dan terluka ketika anak – anakmu menangis sendu..
            Engkau merangkul erat tatkala anak – anakmu yang bersalah..datang kepadamu..
            Engkau yang tanpa lelah menyebut nama anakmu dalam doa dan air mata..
           





Terima kasih ibu..
Dari anak – anakmu yang kadang tak tahu cara berterima kasih..






Kami mencintaimu..














selamat hari ibu 22-12-2013!



Ad Maiorem Dei Gloriam




Amadeus Okky Suryono




Selasa, 17 Desember 2013

Awal Dari Kejatuhan Kita..

Engkau adalah ruang kosong dan ruang hampa yang tertambat di kolong – kolong hati..
Menyeruak dan nakal .. membubung tanpa penantian..
Keberadaanmu memberikan kesunyian dalam egoisme yang menghangatkan..
Engkau adalah tempatku berpulang dari kebisingan..
Tempatku terisak tanpa suara..
Lengang..

            Bunyimu adalah sunyimu..
            Terpasung dalam debar dadamu.. berdenyut dalam sekelebat mimpi..
            Dimana di ujung – ujungnya adalah sebuah jurang..
            Aku dan kamu berdiri di tepiannya..
            Dan waktu berdentang angkuh di tengah sembari mendorong kita jatuh..
            Keberjatuhan yang mengawang di udara..
            Keberpijakan yang hanya separuh dan menunggu sang fajar torehkan peluh..
            Dan kita akan terjatuh ke dalam jurang..
            Yang mungkin dalam....jauh... dan tak berdasar..
            Lalu? Sakitkah? Matikah?
            Aku dan kamu tahu.. bahwa kejatuhan kita takkan pernah timbulkan luka..
            Aku dan kamu tahu.. hanya kenangan indah yang muncul karena kejatuhan kita..
            Aku dan kamu tahu.. berjanji.. untuk terus terjun dan jatuh..
            Jatuh dalam kecintaan kita akan cinta..

Tatapmu sekilas dan sungguh..
Bersamamu.. waktu menjadi musuh utamaku..
Biarkan aku terbaring dan terpejam di sisimu lebih lama..
Biarkan aku memeluk dan mencium aroma kita yang terninabobokan..
Biarkan jiwa kita meluruh...
Telanjang tanpa kata – kata..
Karena aku adalah sunyimu...
Dan kamu adalah heningku..





Ad Maiorem Dei Gloriam





Amadeus Okky Suryono

            

Jumat, 22 November 2013

Our Dream?

            Ia menikmati senyum tipis yang menggelayut di langit wajah wanita yang beberapa bulan terakhir ini menghiasi pikirannya.. “ah..kurasa ia tersenyum akan lahirnya cinta yang terbungkus oleh status beberapa waktu lalu..”, pikir Rudi. Wanita itu menggenggam lembut punggung tangan kiri Rudi yang menempel persneling, dan kontan Rudi menyambutnya dengan genggaman yang lebih erat.. erat bagaikan kumpulan awan cumulonimbus yang bernostalgia di atas mereka. Kawanan yang bertanggung jawab ‘tuk timbulkan mendung di atas kota Warsawa dan sendu di hati manusia yang tinggal dengan mereka sebagai atapnya. Kawanan itu menikmati mobil minicooper merah mereka yang melintasi jalanan secara perlahan di sisi bukit sembari menggodanya dengan tetesan – tetesan kecil andalannya..

            Senyum wanita itu mulai menggantung untuk beberapa saat ketika mobil mereka melintasi jalanan di kaki bukit.. “selalu mengundang rasa yang telah tiada setiap aku melewati jalan ini”, kata wanita itu.. “ah.. I dont care. Thats your past and you are my wife,now. ”, kata Rudi singkat sembari membelai lembut cincin emas yang melingkar di jari istrinya.. tidak,Rudi harus peduli. Ia harus mulai menyadari mata istrinya yang mulai mengawang di kumpulan awan yang semakin menghitam..

            “honey?”
            “yes, sweetheart?
            “how far do you go now? Dont leave me honey.. stay here with me..”
            “im thinking ‘bout you, you know.. ‘bout us..”
            “really? What is it?”
“Im thinking of having one simple life with you. Building a lake house. We eat, we sing, we love.. just us”
“that sounds perfect, honey..”
“indeed..”

Percakapan mereka menggantung dalam imajinasi mereka yang bermain liar di pikiran mereka berdua.. Rudi melirik melalui ekor matanya, kesenduan seolah mengkontaminasi wajah istrinya. Ia berkata dalam hatinya,”mengapa sendu? Bukankah baru saja kita merajut mimpi?” sejenak, masa lalu istrinya menguak dalam tabir pikirannya..sebelum mereka berkenalan.. sebelum semua cerita indah tentang mereka terajut..sebuah cerita ketika istrinya begitu pedih ditinggalkan kekasihnya. Kekasih yang juga membentuk mimpi yang sama. Tetapi bedanya, mimpi sepasang kekasih itu kandas, sekaram cinta mereka berdua yang terbalut lama oleh sang waktu.. istrinya depresi.. tak lagi mempercayai cinta..

Rudi sadar.. ia telah melakukan segala cara termasuk bersahabat dengan waktu untuk sekedar menyusun kembali puzzle hati istrinya yang remuk berkeping – keping.. meski ia harus dibandingkan dengan masa lalu istrinya yang menangis sekeras hujan yang semakin giat mencumbui mobil mereka.. ia sadar.. genggaman istrinya tak seerat genggaman tangannya.. pelukan istrinya tak sehangat pelukannya..

Mobil mereka melaju perlahan di tepian jurang..Rudi menginjakkan gas untuk memacu mobilnya.. mereka saling menatap.. tersenyum.. dan mobil mereka meluncur jatuh menuju jurang..dan meledak... Api mulai menggeliat terlingkupi mimpi – mimpi mereka berdua.. ah..bukan mimpi mereka berdua.. setidaknya itu adalah mimpi Rudi..dan istrinya yang memimpikan kekasih masa lalunya..





Ad Maiorem Dei Gloriam




Amadeus Okky Suryono

Minggu, 03 November 2013

Cinta Tanpa Tanda Tanya..

Malam itu.. dua insan basah oleh lampu kemuning jalanan dan hujan..
Cuaca dingin membekap mereka berdua yang larut dalam obrolan tepian jalan..
Ia menatap mata wanita itu lebih lekat dari butiran gerimis yang tak lagi merintik..
Tak lagi memperdulikan kemeja kotak – kotak yang baru dibelinya basah..
Tak lagi memperdulikan make up yang semakin meluntur..
Tak lagi memperdulikan mata – mata jalang yang menelanjangi mereka dengan nyalang..
Kedua insan itu hanya mengandalkan genggaman tangan mereka..
Yang hangat sehangat hati mereka berdua..

            Kedua insan itu tahu..
            Hati mereka tak lagi dua melainkan satu..
            Tetapi dalam lubuk hati terdalam timbul suatu kegalauan hati..
            Mungkinkah kebersatuan hati tetap terjalin tanpa kehadiran fisik satu sama lain?
            Mungkinkah cinta yang seharusnya bernyanyi indah dan megah..
Justru meracau dan meratap sebelum sempat mencecap sesapan manisnya?
            Akankah cinta mereka juga akan sesingkat pertemuan percintaan mereka?
            Ah..
Omong kosong dengan rasionalitas dan realitas..
Kedua insan itu tahu..
Mereka yang saling mendetakkan nama satu sama lain di hati mereka itu..
Mereka tak tinggal di dunia makhluk tak bernyawa..
Makhluk yang hanya mengerti rutinitas dan menjalankannya dengan otak pintar mereka..
Makhluk yang melakukan sesuatu tak sebebas dan semerdeka cinta mereka..
Makhluk yang terbelenggu oleh keadaan dan kondisi..
Kedua insan itu tahu..
Mereka tidaklah seperti itu..

Awan kelabu semakin tenggelam dalam lautan bintang yang tertutup malam..
Bersorak dan berharap akan cinta kedua insan pemijak bumi itu pun juga sepekat malam..
Gemuruh petir pun ikut menertawakan cinta mereka..
Cinta yang mereka pegang setengah mati..
Hingga tiba kedua insan itu di persimpangan jalan..
Sebuah saat dimana sang waktu dengan angkuhnya berdetik tanpa perduli..
Mereka berdua tahu mereka harus berpisah sesuai dengan cara dunia melihat mereka..
Mata mereka beradu penuh makna..
Mereka tersenyum..
Kedua insan itu tahu..
Mereka adalah sang pemenang..
Dengan hati sebagai pegangan..
Dan cinta yang takkan pernah padam..





Ad Maiorem Dei Gloriam





Amadeus Okky Suryono



Rabu, 23 Oktober 2013

Journey..

           Ia memandang nanar di tepian langit – langit kamarnya.. bersetubuh dengan waktu yang tak lagi menggairahkannya.. kekasih jiwanya telah pergi.. sembari menggandeng lelaki yang juga menjelma menjadi sahabat terbaiknya.. mereka berdua telah tenggelam bagaikan senja yang luruh dalam barisan bintang.. mereka telah tiada.. tetapi ketiadaan mereka menyisakan ruangan kosong dalam rongga hatinya yang telah begitu banyak meneteskan darah..bahkan tetesannya melebihi darah yang sekarang mengalir akibat sayatan – sayatan di tangannya dan membentuk dua buah nama.. Putri dan Rico..

        Jeritan pilunya membelah malam .. Ia merasa semesta mempermainkannya dan membuatnya tak lagi mempercayai cinta. kosong..kelam.. hingga ia berada di suatu titik dimana ia tak merasakan apapun..

            Darah terus menetes bersama buliran waktu.. hingga ia pun tak merasakan sakit fisik apapun..dengan sisa tenaga yang ia punya.. ia membuka pintu rumah, dimana merupakan satu – satunya penghalang antara dirinya dan semesta yang menantinya di luar.. bersekongkol untuk membahanakan tawa mereka..

            Ia membuka pintu..udara beku di bawah langit Sahara semakin menusuk hati yang hitam dan tak lagi merasakan apa – apa.. dengan darah yang masih menetes tetapi berkurang intensitasnya karena memang ia masih diliputi ketidakberuntungan karena ia menyayat tak begitu dalam..dan dengan bertelanjang kaki, telapak kakinya mulai bercumbu dengan lautan pasir.. ia mulai meniti langkah.. berbekal mata yang menatap ke satu titik tetapi terkabutkan akan gumpalan air yang memenuhi rongga matanya yang memanas.. suatu kondisi dimana ia selalu bersahabat dengannya...

            Ia berjalan lunglai menuju bukit pasir terjauh dalam pandangan matanya..sembari berteriak pilu akan dua nama yang tergores menganga dalam luka di tangannya..para tetangganya menahannya.. ia hanya bisa meronta..dan menjerit..”lepaskan aku!”

            Berjam – jam para tetangga berusaha menahan tubuhnya yang masih terus meronta.. “ah.. ia telah pergi dan takkan kembali..”, kata salah seorang tetangganya.. satu per satu mereka melepaskan cengkeramannya dalam tubuhnya..hingga tak ada seorang pun yang menahannya.. Ia bangkit berdiri dengan mata yang nanar..ia melangkahkan langkah pertamanya.. dan mulai berjalan..menuju bukit pasir terjauh dalam pandangan matanya..

            Hari telah beranjak pagi dalam balutan mentari yang tersipu malu..mentari yang seolah bersinar dan bahagia melihatnya saat ini..dan terus tertawa cerah.. lelah..dan capai hingga tergantikan oleh tawa sang rembulan.. berbulan – bulan  ia tetap berjalan..selangkah demi selangkah..menyusuri Sahara yang dingin membeku ketika malam tiba..dan masih berteriak pilu akan dua nama yang terukir dalam luka di tangannya yang semakin mengering..

            Hingga suatu hari.. ia menemukan satu pohon tua yang berdiri agak condong ke barat.. dan pohon itu yang hidup di tengah padang pasir yang tandus.. berdiri sendiri dan terbalut sepi.. Ia pun terduduk di bawah pohon itu.. pohon yang tak berdaun.. yang hanya memiliki beberapa ranting – ranting tua andalannya.. dan Ia menemani pohon tua itu..

               Ia merasakan suatu kedamaian yang luar biasa..

          Ia merasakan terik mentari yang menyengat kulitnya yang terbakar dan terkelupas akibat hujan mentari dan bekunya malam yang ia terima setiap hari.. 

            Ia merasakan angin panas menerpa jalur – jalur air mata yang telah mengering pada wajahnya..

            Dan yang mengagetkannya adalah..

            Ia mampu kembali merasa..

         Ia menjeritkan untuk terakhir kalinya kedua nama itu.. jeritan yang panjang..hingga angin membawa gema suaranya terbang menuju khayangan..

           Ia berkata lirih,”tunggu gema suaraku.. jangan tinggalkan aku sendiri disini bersama pohon tua ini..aku ingin menyusulmu..”

            Dan ia mendapatkan keberuntungan pertamanya ..

            Ia tak lagi merasakaan apa – apa lagi..

Selamanya..



Ad Maiorem Dei Gloriam



Amadeus Okky Suryono

Jumat, 18 Oktober 2013

Oase..

Tahukah kamu, manis...
Kehadiranmu saat ini bagaikan oase yang tersembunyi di balik bukit padang pasir...
Oase yang memberikanku tujuan di setiap helaan nafasku..
Selepas bergelung bersama rintihan fatamorgana..
Selepas ter-bisa-kan ular derik yang mengintaiku sebagai mangsa..
Selepas pertarunganku dengan pelukan – pelukan mentari yang buatku terbakar setengah mati...

            Kamu..oaseku..
            Yang mampu membasahi keringnya kerinduanku akan kamu di setiap rajutan mimpi –
            mimpi indahku...
Yang mampu menambal patahan dan retakan di setiap nadiku yang mulai haus akan detakkan namamu..
Yang terombang – ambingkan godaan dari makhluk – makhluk melata dan berusaha ‘tuk memilikimu seluruhnya..

Memang..
Pada awalnya kusingkirkan egoku..
Kuabaikan dahagaku tentangmu..
Kuhempaskan hasrat untuk terninabobokkan alunan suaramu..
Agar kamu, sang oase..
Mampu menebarkan percik kasihmu dalam detakan makhluk penghuni padang pasir yang berego tinggi ‘tuk menikmati sesapan demi sesapan bersamamu..
Dan biarlah aku menjadi penikmat terakhirmu..
           
            Aku..
            Sosok yang hanya bisa berdiri mematung ke arahmu..
            Sembari berharap dari jauh akan setetes harapan yang tersisa darimu..
            Masih ada..
            Masih ada...
            Ya... masih ada..
            Dua buah kata yang terus kugaungkan dalam alam pikirku..
Hingga kata yang bergaung itu justru berteriak nestapa dalam langit yang semakin membiru..
Dan aku terjerembab diatas pasir yang membakar setiap sel dalam kulitku..
Meronta dan mengharap pada kamu yang bertransformasi menjadi ilusi yang menguap entah kemana..

Ah..
Kurasa akhir ceritaku bukanlah seperti Aladin dan Delilah..
Yang saling menebar senyum dan bercumbu dalam romantika pandangan sepasang kekasih yang berpendar kebahagiaan..
Yang tinggal di dalam istana dengan puja puji para pelayan..
Meskipun istana itu berdiri kokoh diantara makhluk – makhluk padang pasir yang rela mencederakan hatinya untuk melihat mereka berdua menderita..
Bukan...bukan itu..

            Aku?
            Seorang yang kehilangan cerita yang indah -  indah..
Seorang yang terkubur bersama lautan padang pasir dan hujan air mata yang menguap terbawa angin..
            Seorang yang terinjak oleh tawa kosong makhluk penghuni padang pasir..
Seorang yang menatap jauh sebongkah mentari yang terbit di langit mata sang kekasih dan berharap akan tenggelam di langit matanya..
Seorang yang begitu mendamba sang oase di pangkuannya..
Oase yang menjadi kekasih jiwanya..



Ad Maiorem Dei Gloriam




Amadeus Okky Suryono 

Sabtu, 12 Oktober 2013

Air Mata dari Langit

            Ayu.. sebuah nama yang menyiratkan kesederhanaan.. bukan nama metropolis yang ke-barat-barat-an seperti Keisha, Cindy, Pamela, Jessica..dimana konon.. semakin ke barat sebuah nama, semakin keren dan kece orangnya.. bukan.. bukan itu semua.. tetapi nama yang merasuk dalam budaya rakyat jawa.. Ayu, dimana dalam bahasa jawa yang berarti cantik..dan kecantikannya memang seperti mutiara yang berpendar di dasar laut tak terjamah..anggun dan bersinar di tengah lingkungannya yang semakin menghitam..

            Ayu..gadis kecil berusia 5 tahun yang tinggal di pedalaman Saptosari..berlari dengan kaki telanjang dan bercumbu dengan lumpur tanah merah khas kota Wonosari.. sembari menyambut gerimis putih  bersama alunan embun pagi sebagai penghibur pertama kemarau yang panjang dan melelahkan,  mengangkat wajahnya..memejamkan mata polosnya..ia menikmati..untuk sejenak..air mata dari langit..bagai seorang sahabat yang tak bertemu sekian lama... ya.. sahabatnya bukan gadget, bukan Teddy bear.. tetapi air mata dari langit..

            “simboook... langit’e nangiiiis...” (buu, langit menangis), katanya sambil berteriak kepada ibunya yang berlari – larian mengambil baju jemuran yang mulai tersibak angin bercampur rintik hujan..

            “iyoo nduuk” (iya nakk..), jawab ibunya singkat..

        “aku yo kepingin nangis mboook..ngancani langit..” (aku juga mau  nangis bu.. menemani langit), katanya sembari mengusap matanya yang lebih basah dari rintik hujan yang bersetubuh dengan merahnya tanah..

            Ia terduduk di tanah..dress merah lusuh yang dipakainya semakin basah oleh gerimis yang menari di atas kepalanya..air matanya semakin mengalir..tangisannya semakin menjadi..tangan – tangan mungilnya menggenggam tanah berlumpur di sisi kiri – kanannya.. Ia tak lagi peduli dengan semakin membekunya udara pagi itu..

            Ibunya berlari menghampirinya...memeluk dan berusaha menghangatkannya dengan hangat tubuhnya..mengangkat dan membawanya ke dalam pondok kayu mereka..mengelap tubuh anaknya dengan kain kering seadanya, memangku, dan meletakkan kepala anaknya di dadanya..dekat dengan hatinya..jantungnya..jiwanya..

            “ngopo ora ngiyup to nak?” (kenapa kok tidak berteduh nak?), kata ibunya sembari membelai lembut rambut  basah anaknya..

            “pingin ngancani langit, mbok..mesakke..dewean..” (ingin menemani langit, buu.. kasihan... sendirian..), kata ayu sembari mengusap lelehan air matanya di pipinya yang tak sebulat anak – anak kota nan menggemaskan..

            “ah...nduk..”




Ad Maiorem Dei Gloriam


Amadeus Okky Suryono

            

Kamis, 10 Oktober 2013

Heartbroken..

Heartbroken..
Karena cinta? ah.. sudah basi..berlumut.. bahkan hingga kini, hati yang tadinya utuh menjadi separuh.. dan dari hati yang separuh, mati – matian buat gak nyanyiin lagu - lagu galau dan beranjak ke sarang spiritualitas malah justru ter-abrasi menjadi seperempat dan bahkan hilang! Lalu? Aku menjadi manusia tak ber-hati? Entah..

Heartbroken..
Karena kelakuan orang -  orang sekitar yang melihatku dalam bungkusan masa lalu? Kurang tau juga. Mungkin masih banyak yang  berpendapat kalo manusia itu makhluk stagnan.. yang berubah ya physicly..warna rambut, tinggi badan, atau bahkan meningkatnya kemampuan otak.. pokoknya yang bisa diliat mata..bukan hati..bukan kepribadian...kalo masa lalunya udah seperti itu ya udah.. pasti sekarang ya gak jauh – jauh banget dari situ.. lalu respon – respon yang kayak gitu bikin heartbroken? Um..entah..mau ngecek hati juga kayaknya tadi uda secara gak langsung menjadi “manusia tak ber-hati”.. jadi mau ngecek kemana lagi?

Heartbroken..
Karena ekspektasi kepada almamater yang terlalu tinggi.. indah.. bahkan sekarang seakan menjadi folkstale yang apik sebagai bumbu bunga tidur? Well. Mungkin.. aku mulai teracuni virus iri dengki kepada mereka, para alumnus yang masih tinggal di dunia khayangan, dunia yang penuh solidaritas, kehangatan teman – teman satu almamater yang menempati sebagian besar porsi hati dan menjadi source bahan bakar di kala ndonya sedang sedingin apatisme.. lalu? Mengapa dunia almamaterku begitu berbeda? Apakah aku yang begitu berbeda?

Heartbroken..
Bahkan dibuat berkali – kali heartbroken melebihi heartbroken – heartbroken lain, karena masih bercokolnya manusia – manusia  yang  secara klise diceritakan dalam kitab perwayangan Jawa, dimana terdapat seorang tokoh bernama Dasamuka (sepuluh wajah).. dan disini kuartikan saja secara harafiah tentang manusia yang memiliki topeng wajah berjumlah sepuluh.. para penjilat.. para makhluk yang menodai kasih dan ketulusan.. para jahanam yang mencucurkan air mata di kala hati bergemuruh riang..terutama ketika menatap kesialan sesamanya..

Heartbroken? Entah bisa disebut broken lagi atau malah destroyed? Bagai puing – puing abu yang terbang sejalur dengan angin.. menyebar ke berbagai tempat entah kemana.. menghilang..


Lalu? Masih bolehkah aku.. setidaknya menatap  dari kejauhan.. meski bukan di kehidupanku tetapi paling tidak, menatap dunia manusia – manusia yang masih bisa tertawa lepas..berbahagia.. dan bersyukur bahwa ia masih hidup dan bernafas dalam bulir waktu yang mengalir di kehidupannya? 



Ad Maiorem Dei Gloriam



Amadeus Okky Suryono

Sabtu, 24 Agustus 2013

Kurasakan Sakitmu..

Hari ini, Ronnie yang selalu membungakan taman – taman hatiku ini terbaring di sebuah bangsal sederhana berisi 4 orang pasien termasuk dirinya. Ia.. seorang pria yang kukenal selalu mengusahakan yang terbaik bagi dirinya menjadi seolah tak lagi peduli dengan tembok dalam ruangan bangsalnya yang retak di setiap sudutnya.. ataupun kasur tempatnya berbaring yang tak empuk.. ataupun suara ramai para pengunjung dari teman pasien sekamarnya.. Ia hanya memperdulikan rasa sakit di perut bagian bawah, dan terasa sakit ketika buang air kecil.. ia hanya memperdulikan tentang kapan sang waktu mengijinkannya untuk sembuh dari infeksi saluran kencing yang dideritanya.. bahkan ia menjadi seolah tak peduli mengenai fakta bahwa tak ada yang mendampinginya, ataupun duduk di samping pembaringannya untuk sekedar bertanya,”gimana? Uda baikan?”..

            Lalu, dimana aku? Tepat 1 jam pemberitahuan darinya via blackberry messenger yang sebenarnya ditujukan kepada sahabat - sahabatnya termasuk aku, seorang pengagum rahasianya yang juga menjabat sebagai sahabatnya, aku datang di rumah sakit tempat ia dirawat. Aku tak lagi peduli untuk berangkat bersama – sama dengan sahabat yang lain. Aku hanya peduli, ketika aku tiba di samping pembaringannya.. Aku adalah orang pertama yang ia tatap ketika ia membuka matanya dari mimpi indahnya.. dan faktanya, aku memang menjadi yang pertama datang mengunjunginya.. aku tersenyum.

            Senyumanku tak bertahan lama di sisinya semenjak kedatanganku.. aku seolah ikut merasakan jarum infus yang menembus kulitku.. gigi yang gemeretak dan tangan yang menggigil akibat demam yang ikut – ikutan mendampingi.. aku memejamkan mataku.. aku berharap aku dapat ikut menanggung sakit yang dideritanya.. agar ia tak begitu kesakitan.. agar ia tak merasa sendirian..  

          Tak berapa lama, matanya perlahan terbuka.. menatapku perlahan dengan mata hitam kecoklatan yang selalu membuaiku setiap kali aku menikmati sinar matanya.. ia tersenyum sedikit.. dan aku berusaha menampilkan senyum termanis, meskipun memang pada faktanya senyumku tak semanis wanita yang membuatnya jatuh hati saat ini, meskipun senyumku takkan membuatnya secara instan mengejarku seperti ketika ia mengejar seorang wanita yang telah memiliki tambatan hati, meskipun senyumanku tak bisa membuatnya jatuh ke dalam sebuah cinta yang buta.. tetapi senyumku.. sebuah senyum yang aku harap mampu menyampaikan pesan bahwa aku disini.. aku yang terduduk di sisinya.. aku yang mencintaimu dan berharap kamu lekas membaik..


            “Hai sleepy head..tidurnya nyenyak?”
            “ah.. gak juga..pusing banget kepalaku..”
            “minum dulu gih..”
            “gak ah.. masa aku minum dikit aja uda pengen kencing lagi? Sakit tauk..”
            “iya.. namanya aja lagi sakit..udah makan?”
            “udah tadi.. kamu dateng sendirian?”
            “iya.. hehe..trus tadi kamu kesininya dianter siapa ron?
            “sendiri..haha.. kayaknya selama aku di Jogja, kalo aku sakit selalu berangkat sendiri
            deh.. hahaha”
            “lah.. tau gitu kamu bilang aku dong..kan aku bisa anterin..”
            “iya juga ya.. hehehe.. oya, gimana kabarnya Veni? “

           
          Ah..Veni.. wanita yang juga sahabatku sendiri dan membuat Ronnie bertekuk lutut meskipun telah dimiliki Ferdi, kekasih Veni..Ronnie terjebak dalam cinta yang tak berpintu, cinta yang buntu.. hati Veni telah dimiliki orang lain.. dan kekasihku itu tak peduli dengan hal itu.. aku pun menjawab dengan senyum kegetiran dan terkesan asal – asalan..


            “baik – baik aja.. kayaknya lagi nge-date sama Ferdi tuh..”
            “aghh....”


    Percakapan kamipun terhenti dan terbalut tarian kesunyian hingga membuatnya menari dan meninggalkanku ke alam mimpi.. kekesalanku pun seolah memudar.. ketika menatap hembusan nafas teraturnya saat ia tertidur.. ataupun sedikit mengigau.. lucu dan menggoda..aku mengharapkan kesempatan untuk sekedar menyentuh tangannya.. ataupun hal lain yang membuat kulit kami bersentuhan.. dan untuk saat ini.. hanya dalam bayang – bayang saja sudah cukup buatku..

       Kencan kami terbelah ketika sahabat – sahabat lain mulai berdatangan mengunjunginya.. ia pun terbangun dan merajut waktu bersama perhatian yang mereka lemparkan.. aku melihat senyumnya yang selalu buatku terbang dan lupa bahwa tempatku berpijak adalah bumi.. aku menikmatinya.. aku bagaikan terduduk dalam sebuah opera dimana ia dan sahabat – sahabat yang lain menjadi aktor – aktrisnya. Dan  seolah terdapat sebuah saraf penghubung antara tubuhnya dengan tubuhku.. aku tertawa ketika ia tertawa.. aku tersakiti ketika ada hal yang dirasa ia juga ikut tersakiti..

          Tak berapa lama, para sahabatpun pulang.. ia pun terbaring lelah dan hendak meninggalkanku lagi menuju mimpi indahnya.. hanya tinggal aku di sisinya..


            “kamu gak ikutan pulang?”
            “enggak.. aku disini aja..jagain kamu..gakpapa?”
            “yakin? Ya aku sih seneng – seneng aja..”
            “sip.. dah tidur sana..”
           


            Ia pun tertidur.. aku duduk di kursi samping pembaringan..menikmati buliran waktu yang berjatuhan.. bersamanya..





Ad Maiorem Dei Gloriam


Amadeus Okky Suryono